Suatu ketika, pada tahun 1950an, Bung Hatta ingin memiliki sepatu Bally. Bila disebut Bung, niscaya orang akan berpaling kepada proklamator itu, bukan Hatta yang lain (baginya, panggilan Bung juga lebih egaliter dibandingkan dengan Bapak). Bally merek terkenal pada masa itu. Tapi, sekalipun ia wakil presiden negara ini, Bung Hatta baru sanggup menyimpan guntingan iklan sepatu yang memuat alamat penjualnya—ia harus menabung lebih dulu. Ia tak bisa menyuruh ajudan untuk langsung membeli sepatu itu.
Pamarsudi Mestuti Ing Tata Wicara. Salah satunggaling wadah kagem gladhi sesarengan wonten ing maneka warni adicara.
Sabtu, 24 Januari 2015
Mengingat Lagi Bung Hatta
Selasa, 13 Januari 2015
Bedanya Mereka yang Kaya Karena Berusaha dan Mereka yang di Kelas Menengah Selamanya
Enam puluh persen dari 400 orang terkaya di Amerika memang sudah terlahir kaya. Artinya, mereka menjadi kaya karena warisan keluarganya. Namun jangan lupa, ada empat puluh persennya yang berusaha dari bawah untuk “naik kelas”. Ada empat puluh persennya yang harus jatuh bangun mengembangkan kekayaan yang tak diwarisi mereka dari orangtua.
Apa saja yang bisa kita pelajari dari orang-orang yang memulai usahanya dari bawah ini? Bagaimana mereka mendidik diri untuk lepas dari kenyamanan kelas menengah yang telah membesarkan mereka dan orang tua mereka? Jika ditanya, bagaimana mereka akan membagi ilmu kepadamu?
Inilah kesempatanmu mendengarkan pesan mereka. Apalagi, kansmu untuk berwirausaha di Indonesia begitu terbuka. Ikuti jejak mereka yang, layaknya kamu, memulai usahanya dari titik nol — mengeruk keuntungan dengan bekal ketahanan dan ide brilian di balik keraguan orang-orang sekitar.
1. Mereka yang kaya akan berani susah. Kemapanan dan kenyamanan hanya menarik kaum kelas menengah
Langganan:
Postingan (Atom)