Sabtu, 14 Maret 2015

Sopir Bus Beralih Profesi Jadi Desainer Grafis Beromzet Ratusan Dollar


Ratusan warga di Desa Kaliabu, Kecamatan Salaman meraup dollar dengan menjadi grafik desainer. Warga yang mayoritas pemuda itu, sangat aktif mengikuti kontes desain logo di berbagai negara di dunia. Bahkan, pekerjaan ini mampu mengangkat ekonomi desa tersebut dan menjadi desa yang aman dan bebas dari aksi premanisme.
SIANG itu, Muhammad Abdulbar (45) duduk santai sambil menikmati sebatang rokok lintingan bersama beberapa warga lain di rumahnya. Gaya bicara pria dengan dua putri itu ramah dan santai, sesantai kehidupannya yang hidup dari setiap dollar yang dihasilkannya, saat berbincang dengan Tribun Jogja, Kamis (12/3/2015) sore lalu.
Abdulbar tak menyangka kehidupannya berubah drastis saat berkenalan dengan dunia komputer dan internet. Praktis, kebutuhan sehari-harinya itu ditopang oleh aplikasi software Corel Draw dan Adobe Photoshop yang dipergunakannya untuk mencari uang berkisar 600 hingga 700 dollar perbulannya.

Dua setengah tahun lalu, kehidupan Abdulbar selalu dipusingkan dengan masalah uang dan utang. Pekerjaannya sebagai seorang sopir bus malam jurusan Sumatera-Jawa, tak mampu diandalkan untuk sekedar menyekolahkan dua putrinya, Laela Rahmada Pasha (15) dan Malihathul Rofiah (18). Serta menghidupi istrinya, Umroh Mahfudhoh (40).
“Pernah tujuh bulan saya nunggak membayar SPP putri pertama saya yang sekolah di sebuah SMK di Magelang. Saat itu rasanya sedih, apalagi untuk kebutuhan makan sehari-hari, istri saya harus gali lubang tutup lubang,” ungkapnya.
Belum lagi, gajinya sebagai sopir bus malam kerap habis untuk membayar uang duka cita dan klaim perusahaan. Hal itu lantaran, Abdulbar kerap mengalami kecelakaan dan mengakibatkan empat korban melayang.

“Gaji saya Rp 3 hingga 3,5 juta. Klaim perusahaan mencapai Rp 1 juta. Sementara, saya harus makan di jalan, dan tidak cukup rasanya untuk hidup,” imbuhnya.
Abdulbar kemudian memutar otaknya, dia berusaha untuk keluar dari pekerjaan yang menyita waktu dan menghasilkan uang tak seberapa. Secara tiba-tiba, dia bertemu Akip Alisya (30), temannya yang membuka warung internet (warnet) di desanya.
Dia kerap menggunakan komputer di bilik warnet milik Akip. Hingga akhirnya, dia diajari untuk menggunakan aplikasi Corel Draw. Dari situlah, Abdulbar kemudian belajar desain grafis. Idenya tertantang seiring tanggung jawabnya memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
“Saya belajar agak lama, kurang lebih 3 bulanan. Kemudian saya ikut lomba desain di web. Waktu itu, ada lomba desain bikin logo untuk perusahaan otomotif di Australia. Saya pun akhirnya menang dengan hadiah 400 dollar, waktu itu tak menyangka dan senang sekali,” ujarnya.
Usai mendapat hadiah 400 dollar itu, dia semakin termotivasi untuk semakin memenangkan lomba-lomba selanjutnya. Bahkan, dengan percaya diri, dia memutuskan resign dari pekerjaannya sebagai sopir bus yang hanya memberinya gaji.
Dari pengalaman itu, Abdulbar kemudian terus mengikuti kompetisi. Dalam sebulan, rata-rata dia memenangkan 3 hingga 4 lomba desain dengan hadiah berkisar antara 200 hingga 900 dollar. Diapun bisa menyekolahkan dua putrinya dengan lancar, dan bisa membayar hutang-hutangnya.
Bahkan, kini dia bisa membangun rumahnya hingga besar dengan ukuran 14x20meter, yang sering digunakan para desainer lainnya untuk sekedar menjadi tempat nongkrong dan radio komunitas. Dari pengalaman hidupnya tersebut, Abdulbar kemudian menularkan ilmunya pada warga lainnya. Hingga terbentuk komunitas desain grafis Rewo-Rewo yang beranggotakan 250 orang.
“Saat ini sudah ada ratusan warga yang ikut mengembangkan desain grafis ini. Saya tularkan ilmu saya pada orang lain agar semua bisa. Alhamdulilah, banyak warga yang bisa dan mengembangkan ilmunya sehingga meraup ratusan dollar,”katanya.
Salah satu desainer grafis muda, Reza Pahlevi (23), mengaku kegiatan mendesain logo untuk merk baju, butik, nama perusahaan, hingga toko di luar negeri, sudah menjadi kesibukannya di luar kuliah. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM) ini bahkan, bisa membeli mobil sedan Nissan dengan hasil desainnya.
“Saya pernah menang 925 dollar. Uang desain itu juga bisa saya pergunakan untuk biaya kuliah. Jadi saya tidak minta orang tua,” imbuhnya.
Yunan Hamami (36), warga lainnya mengaku awalnya tidak terlalu tertarik dengan desain, karena ia sudah menjadi pengajar di SMP Negeri 2 Kajoran Kabupaten Magelang dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, melihat adik dan para tetangga yang sukses menjadi desainer logo, ia pun tertarik dan menekuni desain meski masih menjadi pekerjaan sambilan.
“Lumayan bisa dapat ratusan dollar, sembari memanfaatkan waktu,” tandasnya. 


sumber tribun jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar