Rabu, 17 September 2014

Tips Fotografi: Memotret SPG Pameran, Jangan Terjebak Baju Super Seksi!



Beberapa hari lagi, pameran mobil terbesar di Indonesia bakal digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Tak cuma menarik secara bisnis dan pecinta otomotif. Bagi penggemar fotografi, even tahunan tersebut juga menjadi ajang belanja foto sebanyak-banyaknya. 

Para fotografer dimanja dengan mengeksplorasi foto mobil-mobil mewah, mobil sport, mobil purwarupa hingga para Sales Promotion Girl (SPG) yang cantik nan seksi.

Sehingga menjadi jamak bila pameran mobil di berbagai negara selalu dikerubuti para fotografer dari berbagai level: hobi, amatir, profesional. Dari pengunjung biasa yang mengandalkan kamera poket atau kamera handphone sampai kamera mirrorless dan DSLR.

Tetapi jangan terjebak dengan wajah cantik dan baju super seksi para SPG. Sebab, tidak semua SPG merupakan model profesional yang biasa dipotret selain untuk kebutuhan pribadi seperti untuk diunggah ke media sosial. 

Alih-alih mendapat foto yang menarik, justru mendapatkan foto yang bagi sebagian orang bisa bernilai vulgar dan seronok.


1. Pilihan lensa. Tidak ada rumus baku mengenai ukuran lensa terbaik untuk memotret jajaran SPG. Bila menginginkan foto SPG dari close up hingga full ke kaki, lensa normal hingga tele (seperti lensa 50mm, 70mm, 200mm) sangat menyenangkan


Kelemahannya, ketika hendak merekam para SPG dengan suasana di sekelilingnya, bakal kerepotan. Memotretnya bakal mundur-mundur mencari posisi yang lebih luas. 

Apalagi bila ingin merekam bersama mobil pameran yang besar, tentu ukuran normal perlu direntangkan lagi menjadi lensa lebar seperti 35 mm, 28 mm, 24 mm dan 16 mm. 

Lensa dengan kemampuan lebar hingga tele menjadi ringkas. Kalaupun mempunyai lensa wide dan tele terpisah, bersiaplah untuk menggonta-ganti lensa sesuai kebutuhan.


2. Pilihan waktu memotret. Menyiasati waktu menjadi penting guna menghasilkan foto para SPG yang rileks dan mau berpose maksimal. Apakah saat sepi ataukah ramai.

Bila sedang ramai, para SPG tersebut bakal disibukkan dengan melayani pengunjung pameran. Fokus ke kamera menjadi berkurang meski tidak semua SPG demikian.

Disarankan untuk datang pada saat pameran relatif sepi, bukan pada kondisi sibuk. SPG lebih komunikatif karena waktunya lebih senggang. Selain itu, mendapatkan frame yang bersih tanpa pengunjung lalu-lalang relatif lebih mudah.

Hindari juga saat SPG kelelahan. Biasanya menjelang penutupan pameran atau berakhir shift kerja. Hal ini untuk menghindari foto para gadis yang kurang maksimal di depan lensa



3. Pilihan white balance. Kenapa white balance menjadi penting? karena warna lampu pameran di tiap booth tidak sama, ada yang kekuningan ada yang putih neon. Belum lagi dengan lampu utama gedung yang kadang tidak sinkron. Sehingga ketika cahaya itu jatuh ke wajah para SPG dengan karakteristikmake up yang berbeda, menghasilkan warna yang tidak sama juga.

Cara paling ringkas yakni dengan memilih white balance di menu Auto (AWB). Dengan sendirinya, warna gambar yang dihasilkan akan disesuaikan secara otomatis oleh teknologi yang ada di kamera.

Beberapa pilihan lain bisa digunakan seperti tungsten. Ini untuk meminimalisir efek kekuningan di wajah akibat lampu bohlam. Menu WB yang lain juga layak dicoba sesuai kebutuhan. Termasuk manual white balance yakni 'kelvin'.

Derajat kelvin dimulai dari yang paling dingin pada hitungan 2.500 (beberapa kamera biasa dimulai dengan 2.000). Sementara derajat warna paling panas dapat mencapai 10.000. 

Artinya, bila lampu pameran menggunakan lampu kekuningan, maka derajat kelvin yang dibutuhkan untuk membuat wajah SPG tetap putih yakni pada kisaran 3.000 hingga 4.000, tergantung selera. Semakin kekuningan, derajat kelvin perlu diturunkan.

Bila mempunyai lampu kilat, tak ada salahnya dibawa. Sebab cukup membantu untuk menetralkan cahaya. Selain itu dapat mengeksplore kekuatan foto secara maksimal.

4. Pilihan model SPG. Meski cantik dan seksi, sebagian SPG tersebut bukanlah model profesional yang biasa berpose di depan kamera. Sehingga SPG yang terlihat cantik secara kasat mata, bisa saja kurang fotojenik. Atau sebaliknya, tidak terlampau menarik tetapi pintar bergaya di depan kamera sehingga luwes saat dipotret.



Patut dimaklumi karena ajang tersebut bukan murni konsumsi fotografer. Melainkan melayani selera konsumen dari berbagai kalangan dengan standar kecantikan yang berbeda-beda.

Kalaupun kurang menarik, bisa dieksplor dengan hal lain. Misalkan, ia terlihat mewah dan cocok saat bersanding dengan produk yang dipamerkan. Atau pada hari berbeda, ia terlihat lebih maksimal karena faktor kostum, tema dan make up yang berbeda pula.

Bagi fotografer, kejelian melihat SPG yang luwes di depan kamera, fotojenik dan cameraface menjadi penting. Fotografer ditantang untuk 'meng-casting' kilat para SPG, siapa-siapa yang menarik dan luwes. 

Tapi tak perlu repot. Karena biasanya para SPG yang luwes di depan kamera bakal dikerubutin dan menjadi favorit fotografer.

5. Komunikasi dengan SPG. Komunikasi menjadi krusial untuk menghasilkan foto yang menarik. Seperti sapaan kecil sebelum menjepret, itu bakal merubahmood mereka menjadi lebih baik. 

Siapa tahu, say hello tersebut bisa berarti perhatian besar bagi para SPG yang lelah harus berdiri berjam-jam.

Sentuhan personal membuat para SPG, biasanya, menjadi lebih ikhlas saat di depan kamera. Para SPG juga tidak merasa terintimidasi oleh kamera-kamera yang menjepret tiba-tiba.

Artinya fotografer menghargai SPG sebagai subjek yang menjadi bagian penting dari sebuah foto. Sebaliknya, para SPG juga merasa lebih nyaman karena diposisikan sebagai aktris utama yang ikut menentukan baik-tidaknya sebuah foto.



#sumber detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar