Sabtu, 18 Januari 2014

Prajurit Keraton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat

Kesatuan prajurit yang ada di Keraton Kasultanan Yogyakarta


Pemerintahan yang kuat tentu harus didukung dengan sistem pertahanan yang kuat pula. Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah kraton pecahan dari Mataram juga memiliki sistem pertahanan yang kuat di masa kejayaannya. Meskipun kini Ngayogyakarta Hadiningrat telah bergabung dan menjadi bagian dari Republik Indonesia, sisa-sisa kekuatan pertahanan itu masih terlihat dari sepuluh kesatuan prajurit yang dimilikinya. Kesatuan Wirabraja atau bergada Wirabraja adalah contoh salah satu dari sepuluh kesatuan prajurit di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang masih bertahan hingga sekarang.


Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwono I sekitar abad 17. Tepatnya pada tahun 1755 Masehi. Prajurit yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri dan kavaleri tersebut sudah mempergunakan senjata-senjata api yang berupa bedil dan meriam. Selama kurang lebih setengah abad pasukan Ngayogyakarta terkenal cukup kuat, ini terbukti ketika Hamengku Buwono II mengadakan perlawanan bersenjata menghadapi serbuan dari pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie pada bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan bahwa perlawanan dari pihak Hamengku Buwono II hebat sekali. Namun semenjak masa Pemerintahan Hamengkubuwono III kompeni Inggris membubarkan angkatan perang Kasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2 Oktober 1813 yang ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono III dan Raffles, dituliskan bahwa Kesultanan Yogyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Dibawah pengawasan Pemerintahan Kompeni Inggris, keraton hanya boleh memiliki kesatuan-kesatuan bersenjata yang lemah dengan pembatasan jumlah personil. Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melakukan gerakan militer. Maka sejak itu fungsi kesatuan-kesatuan bersenjata sebatas sebagai pengawal sultan dan penjaga keraton.


Ketika Pemerintahan Kolonial Belanda kembali berkuasa pasukan-pasukan bersenjata yang sudah lemah tersebut makin dikurangi sehingga tidak mempunyai arti secara militer. Menurut catatan yang ada, semasa pemerintahan Hamengkubuwono VII sampai dengan masa pemerintahan Hamengkubuwono VIII yaitu antara tahun 1877 sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kraton yang meliputi: Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung, Patangpuluh, Wirobrojo, Jogokaryo, Nyutro, Dhaeng, Jager, Prawirotomo, Mantrijero, Langenastro, Surokarso dan Bugis.

Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta dibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan para prajurit keraton dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernah ada baru sepuluh kesatuan atau bergada yang direkonstruksi dengan beberapa perubahan, baik dari pakaiannya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-foto yang ditampilkan). Dewasa ini, kesepuluh kesatuan prajurit tersebut masih dapat dilihat oleh masyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitu pada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg Syawal, di alun-alun utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Prajurit Kraton Yogyakarta saat ini terdiri atas 10 Bregada (Brigade). Perbedaan antar bregada yang satu dengan yang lain ditentukan menurut atribut panji-panji (bendera), busana, dan kelengkapannya. Nama-nama bregada/ pasukan itu adalah Prajurit Wirabraja, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jagakarya, Prajurit Prawiratama, Prajurit Nyutra, Prajurit Ketanggung, Prajurit Mantrijero, Prajurit Bugis, dan Prajurit Surakarsa. Semua nama bregada prajurit, mode atribut panji-panji, warna busana, dan kelengkapan dalam prajurit Kraton Yogyakarta mempunyai makna filosofis. Berikut akan diberikan analisis makna filosofis atas nama-nama kesatuan tersebut.

1.    Prajurit Wirobrojo, Barisan Terdepan Prajurit Kraton Yogyakarta


Pada masa penjajahan, prajurit Wirobrojo berada digaris depan dalam setiap pertempuran, dan hingga saat inipun keberadaan prajurit Wirobrojo ini dalam upacara upacara yang diadakan keraton Yogyakarta seperti upacara gerebeg, Prajurit Wirobrojo berada paling depan dalam urutan defile.
   
Gambar 1. Prajurit Wirobrojo

Prajurit Wirobrojo dahulu ditempatkan disisi barat luar benteng Keraton Kasultanan Yogyakarta. Hal ini bertujuan sebagai penghalau sekaligus mempertahankan benteng keraton dari serangan musuh yang datang dari arah barat keraton. Dan hingga saat ini nama tempat tersebut menjadi satu kampung dengan sebutan Wirobrajan. 
Nama Wirobrojo berasal dari kata Wiro dan brojo, yang berasal dari bahasa sansekerta. Kata Wiro berarti berani dan Brojo berarti tajam.

Gambar 2. Prajurit Wirobrojo

Secara filosofi kata tersebut berarti bahwa prajurit wirobrojo berani dalam melawan musuh dan tajam serta peka panca inderanya. Maka tidak heran jika keberadaan prajurit wirobrojo menjadi barisan atau pasukan garda terdepan. Dan dari kandungan makna nama tersebut diharapkan memberi dukungan daya magis yang memberi jiwa atas anggota prajurit tersebut.
Bergada prajurit Wirabraja menggunakan seragam berbentuk sikepan, ikat pinggang kain satin dan celana panji dengan dominasi keseluruhan seragam berwarna merah. Warna merah merupakan simbol keberanian dan semangat membara. Kundhup tari yakni topi yang digunakan prajurit, berbentuk corong melengkung berwarna merah sehingga tampilan keseluruhan prajurit mirip seperti ‘cabai merah’. Oleh karena itu, kesatuan Wirabraja kerap dijuluki lombok abang”. Pakaian yang dikenakan semuanya didominasi warna merah menyala yang terdiri dari:
Topi centhung                                   : bentuknya mirip kepompong dengan warna merah
Destar atau ikat kepala                     : berwarna wulung/ungu
Baju dalam lengan panjang             : warna putih
Beskap baju luar                               : warna merah
Lonthong atau ikat pinggang dalam : berupa kain bermotif cinde dominasi warna merah
Kamus atau Ikat pinggang luar       : berwarna hitam
Sayak                                                  : Kain penutup dari pinggang sampai dengan lutut warna putih
Celana Panji                                      : celana yang mempunyai panjang sebatas lutut warna merah
Kaos Kaki                                          : warna putih
Sepatu                                                : fantopel warna hitam


Gambar 3. Prajurit Wirobrojo
Persenjataan :
-   Bedil
-   Tombak
-    Keris dengan kerangka bermotif branggah.


Gambar 4. Panji Prajurit Wirobrojo

Nama Panji/ bendera/ klebet/ dwaja prajurit Wirabraja adalah Gula-klapa, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, pada setiap sudut dihias dengan centhung berwarna merah seperti ujung cabai merah (kuku Bima). Di tengahnya adalah segi empat berwarna merah dengan pada bagian tengahnya adalah segi delapan berwarna putih. Gula-klapa berasal dari kata 'gula' dan 'kelapa'. Yang dimaksud di sini adalah gula Jawa yang terbuat dari nira pohon kelapa yang berwarna merah; sedangkan 'kelapa' berwarna putih. Secara filosofis bermakna pasukan yang berani membela kesucian/ kebenaran.

Dwaja bernama: Kanjeng Kyai Santri dan Kanjeng Kyai Slamet. Alat Musik dan Nama Mars/Musik : Memainkan music tambur dan seruling untuk memainkan gendhing/mars. Ada dua mares yang digunakan yakni: Untuk berjalan lambat dan digayakan menggunakan Mares Retodhedhali. Untuk berjalan cepat menggunakan Mares Dayungan.


Gambar 5. Prajurit Wirobrojo

Bergada ini terdiri dari 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 2 orang pembawa duaja. Prajurit terdiri dari pasukan infantri dan kaveleri. Komandan pasukan ini menduduki tingkat bupati. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Brojo”.
Bergada Wirabraja dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwana I tepatnya tahun 1755. Kesatuan ini selalu menjadi garda terdepan dalam  memberikan pengawalan Kraton Yogya. Dalam suatu babad diceritakan perlawanan bersenjata secara besar-besaran antara pasukan Yogya melawan serangan pasukan Inggris yang berjumlah ribuan pada Juni 1812. Pasukan inggris dipimpin oleh Gillespie, sedangkan Yogya dibawah kepemimpinan Hamengkubuwana (HB) II. Pada saat itu pasukan Yogya dikabarkan sudah mulai menggunakan senapan api dan meriam.
Kekuatan itu justru menurun sejak masa pemerintahan HB III bergada Wirabraja dan bergada-bergada lainnya di Kraton Yogya dilucuti berdasarkan perjanjian dengan penjajah Inggris yang dipimpin oleh Raffles tertanggal 2 Oktober 1812. Pembatasan jumlah dan pelemahan kekuatan membuat bergada prajurit Wirabraja akhirnya pudar. Larangan Kraton memiliki prajurit di masa penjajahan Jepang tahun 1942 membuat kesatuan inipun tenggelam. Setelah tahun 1972 bergada Wirabraja dan 9 kesatuan lainnya dari 13 kesatuan di masa HB VII kembali direkonstruksi.


Gambar 6. Prajurit Wirobrojo

Sekarang bergada Wirabraja tidak lagi memiliki fungsi militer secara penuh. Kedudukannya hanya menjadi bukti sosial budaya kekuatan pertahanan Ngayogyakarta di masa lampau. Dalam jangka waktu setahun, paling tidak pasukan ini muncul dalam tiga kali upacara, yakni pada Garebeg Mulud, Garebeg Besar, dan Garebeg Syawal.

2.    Prajurit Dhaeng, Prajurit Elit dan Gagah Berani


Nama prajurit Dhaeng berasal dari bahasa makasar sebagai gelar bangsawan di Makasar, Sulawesi. Prajurit ini sebenarnya merupakan prajurit yang didatangkan dari Makasar yang pada jaman dulu untuk mengatasi permasalahan di Mataram. Dhaeng secara filosofi berarti prajurit elit yang gagah berani.

Gambar 7. Prajurit Dhaeng

Menurut sejarah Prajurit Dhaeng awalnya didatangkan oleh Belanda guna memperkuat Pasukan Raden Mas Said. Namun belakangan justeru Raden Mas Said berselisih dengan Pangeran Mangkubumi yang awalnya bersekutu untuk melawan Belanda. Sebagai puncaknya Raden Mas Said atau P. Mangkunegara I yang merupakan menantu Hamengku Buwono I (nama Pangeran Mangkubumi setelah dinobatkan menjadi Raja Yogyakarta) menceraikan isterinya yang tidak lain adalah puteri Hamengku Buwono I.
Pada saat akan memulangkan isterinya kepada orang tuanya ada kekhawatiran P. Mangkunegara bahwa Hamengku Buwono akan marah, maka untuk menjaga hal hal yang tidak baik maka mantan isteri P. Mangkunegara yang bernama Kanjeng Ratu Bendara tersebut diantar oleh pasukan pilihan yang dinamakan Prajurit Dhaeng. Sesampainya di Keraton Yogyakarta tersebut para pasukan yang mengantar Kanjeng Ratu Bendara disambut dengan sangat baik oleh pihak Keraton Yogyakarta. Karena perlakuan tersebut akhirnya pasukan Dhaeng yang mengantar Kanjeng Ratu Bendara tersebut merasa terkesan dan memutuskan untuk tidak kembali ke Surakarta melainkan mengabdi kepada Hamengku Buwono I di Keraton Yogyakarta.

Gambar 8. Prajurit Dhaeng

Prajurit Dhaeng mempunyai panji panji atau bendera yang dinamakan Bahningsari yang berbentuk persegi panjang dengan dasar warna putih, ditengahnya terdapat bintang segi delapan berwarna merah. Kata Bahningsari yang berasal dari kata sansekerta bahning yang berarti api dan sari yang berarti inti. Secara filosofi mengambarkan bahwa prajurit Dhaeng merupakan prajurit yang berani tak kenal menyerah seperti halnya inti api yang tak pernah kunjung padam.


Gambar 9. Prajurit Dhaeng

Prajurit Dhaeng terdiri dari 4 perwira dengan pangkat panji, 8 bintara dengan pangkat sersan, 72 prajurit serta 1 pembawa dwaja yang bernama Kanjeng Kyai Jatimulyo atau Doyok. Seragam Prajurit Dhaeng terdiri atas topi hitam pakai cundhuk, destar wulung, jas putih setrip merah, lonthong biru, kamus hitam, celana panjang setrip merah, kaos kaki hitam, sepatu fantopel. Sedangkan persenjataan bedil, tombak dan keris. Untuk alat musik berupa tambur, seruling, pui pui, kecer, ketipung, dan bende. Sedangkan iringin musik menggunakan mares Kanoko untuk berjalan pelan dan digayakan sedangkan untuk berjalan cepat dengan mares Undhal-andil. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Niti”.
Tempat tinggal para prajurit dhaeng saat ini dinamakan waktu itu saat ini menjadi nama kampung Dhaengan yang berada di sebelah barat daya keraton Yogyakarta.


3.     Prajurit Patangpuluh, Prajurit dengan Keberanian dan Ketangguhan Luar Biasa

 

Prajurit Patangpuluh dulunya bermarkas di sebelah barat daya keraton Yogyakarta, prajurit tersebut terkenal dengan keberaniannya dan juga ketangguhannya saat di medan pertempuran, sehingga keberadaan prajurit patangpuluh ini menjadi andalan saat bertempur.

 

Gambar 10. Prajurit Patangpuluh

Belum diketahui secara pasti apakah nama patangpuluh berarti jumlah pasukan tersebut dahulunya hanya 40 personil. Pada acara gerebeg yang dilaksanakan keraton Yogyakarta prajurit ini berada di urutan ketiga dalam defile.



Gambar 11. Panji Prajurit Patangpuluh

Prajurit Patangpuluh yang ada saat ini di keraton Yogyakarta terdiri atas 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan serta 72 prajurit dan 1 pembawa bendera. Bendera yang menjadi panji panji prajurit patangpuluh dinamakan Cokrogora berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam ditengahnya terdapat bintang segi enam berwarna merah. Cakragora berasal dari bahasa sansekerta cakra yang berarti senjata yang berbentuk gerigi dan gora yang berarti dahsyat atau menakutkan. Dan secara filosofi arti panji atau bendera tersebut adalah prajurit yang mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa sehingga semua musuh seperti apapaun dapat dikalahkan. Untuk dwaja bernama Kanjeng Kyai Trisula.
Pakaian atau seragam yang dikenakan prajurit patangpuluh adalah berbentuk sikepan dengan corak lurik khas patangpuluh yakni lurik kemiri, dengan celana pendek warna merah diluar celana panjang putih. Destar  wulung, lonthong atau ikat pinggang dalam berwarna merah, kamus atau ikat pinggang luar berwarna hitam, Rompi warna merah dengan tutup kepala berupa songkok berwarna hitam serta sepatu fantopel hitamdengan kaos kaki hitam.

Gambar 12. Prajurit Patangpuluh

Persenjataan prajurit patangpuluh berupa bedil dan keris branggah. Sedangkan alat musik terdiri dari tambur, seruling serta terompet. Iringan musik saat berjalan lambat dan digayakan menggunakan Mares Gendero dan untuk berjalan cepat menggunakan mares Bulu bulu. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Himo”.
Wilayah markas prajurit Patangpuluh saat ini sebagai sebuah kampung dengan nama Patangpuluhan.



       Gambar 13. Prajurit Patangpuluh

4.    Prajurit Jagakarya, Penjaga Jalannya Pemerintahan


Prajurit Jagakarya merupakan barisan nomor empat dalam defile setelah prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaeng dan Prajurit Patangpuluh. Jagakaryo berasal dari kata Jaga dan Karyo, Jaga yang diambil dari bahasa sansekerta berarti menjaga sedangkan karyo berasal dari bahasa kawi yang berarti tugas atau pekerjaan. Sehingga secara filosofi keberadaan prajurit Jagakaryo merupakan pasukan yang mengemban tugas untuk menjaga serta mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan didalam kerajaan.

Gambar 14. Prajurit Jagakarya

Kesatuan Jogokaryo di Keraton Yogyakarta terdiri atas 4 perwira berpangkat panji, dengan 8 bintara berpangkat sersan dan 72 prajurit serta 1 prajurit pembawa dwaja yang berupa Kanjeng Kyai Trisula.

Gambar 14. Prajurit Jagakarya

Panji panji atau bendera prajurit Jagakaryo adalah papasan. Kata Papasan berasal dari kata nama tumbuhan atau burung papasan. Pendapat lain Papasan berasal dari kata dasar 'papas' menjadi 'amapas" yang berarti 'menghancurkan' (Wojowasito, 1977:190).  Bendera ini berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar merah dan pada bagian tengahnya berupa lingkaran warna hijau. Dengan demikian secara filosofi papasan mempunyai makna bahwa prajurit Jogokaryo dengan lambang Bendera papasan  merupakan pasukan pemberani yang dapat menghancurkan musuh dengan semangat yang teguh.
Seragam dari prajurit Jagakaryo adalah Tpo Hitam bentuk tempelengan yang terlihat seperti kapal terbalik, Destar atau ikat kepala berwarna wulung, rompi berwarna crem atau kuning emas, beskap lurik lupat lapis warna merah, sayak lurik, lonthong atau ikat pingang dalam warna merah dan Kamus atau ikat pinggang luar berwarna hitam. Sedangkan Celana panji lurik, menggunakan kaos kaki panjang, sepatu fantopel warna hitam .



Gambar 15. Prajurit Jagakarya

Persenjataan yang dipergunakan oleh Prajurit Jagakaryo berupa bedil, tombak serta keris branggah. Sedangkan perangkat music yang dipakai adalah tambur, seruling dan terompet untuk memainkan music iringan saat berjalan dan digayakan dengan menggunakan Mares Slanggunder dan untuk jalan cepat menggunakan mares Tamengmaduro. Bregada Prajurit Jogokaryo dilengkapi dengan senjata berupa senapan api dan tombak. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Parto”.
Nama Jagakaryo kemudian dipakai nama sebuah perkampungan yang dinamakan Jogokaryan yang letaknya di sebelah selatan keraton Yogyakarta sebelum panggung krapyak.


    
Gambar 16. Prajurit Jagakarya

5.    Prajurit Prawirotomo, Laskar Pilihan dengan Kemampuan Lebih


Prajurit Prawirotomo merupakan prajurit yang memiliki kelebihan dibanding dengan prajurit lainnya, hal ini tak lepas dari asal keberadaan prajurit tersebut yakni dari 1000 orang anggota laskar Mataram yang membantu pangeran Mangkubumi untuk melawan kompeni. Dan setiap kali menghadapi pertempuran , laskar ini senantiasa berhasil gemilang, maka kemudian mendapat julukan atau nama prawirotomo.


Gambar 17. Prajurit prawiratama

Kata prawirotomo merupakan asal kata dari Prawira dan tama, dalam bahasa kawi prawira berarti berani / perwira / prajurit sedangkan tomo atau utomo dalah bahas a sansekerta mengandung arti utama/ lebih sedang dalam bahasa kawi berarti Ahli atau pandai. Sehingga secara filosofi keberadaan prajurit Prawirotomo diharapakan menjadi sebuah pasukan yang pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak dalam suasana perang.



Gambar 17. Panji Prajurit prawiratama

Didalam kesatuan prajurit ini terdiri dari 4 perwira berpangkat Panji, 4 bintara berpangkat sersan dan 72 orang prajurit serta seorang pembawa dwaja yakni  Kanjeng Kyai Trisula
Prajurit Prawirotomo mempunyai panji panji atau bendera yang bernama Geniroga atau bantheng ketaton yang berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam dengan lingkaran ditengahnya yang berwarna merah. Geniroga merupakan dua kata dari kata Geni yang berarti Api dan roga yang berasal dari bahasa sansekerta yang berarti sakit. Dengan bendera ini mengisyratkan dan diharapkan pasukan prawirotomo dapat selalu mengalahkan musuh dengan mudah.
Seragam yang dikenakan prajurit Prawirotomo berupa topi berbentuk mete dengan warna hitam, destar atau ikat kepala warna wulung/ungu, beskap hitam, baju dalam merah sayak putih, lonthong atau sabuk dalam berwarna merah kamus atau sabuk bagian luar berwarna hitam. Untuk celana atas merah dan bagian bawah putih, bengkap hitam, kaos kaki hitam serta sepatu fantopel hitam.


Gambar 18. Prajurit prawiratama

Persenjataan yang dipakai oleh kesatuan prajurit Prawirotomo adalah berupa bedil / senapan api dan keris branggah.Alat music yang dipakai adalah berupa Tambur, seruling serta terompet untuk mengiringi Mares Balang sewaktu berjalan pelan dan digayakan sedangkan untuk berjalan cepat diriingi mares Pandhebrug.
Keberadaan nama prajurit tersebut dipakai sebagai nama sebuah nama kampung yakni Prawirotaman. Ciri nama para prajuritnya selalu disertai dengan kata “Prawiro”.

Gambar 19. Prajurit Prawiratama

6.    Prajurit Ketanggung, Pengawal Raja Pada Kunjungan Keluar Keraton

 


Gambar 20. Prajurit Ketanggung

Pada jamannya dulu keberadaan prajurit Ketanggung bertanggung jawab atas lingkungan keraton dan juga sebagai penuntut perkara dan mempunyai kewajiban mengawal keberada Raja jika melakukan kunjungan keluar keraton. Nama ketanggung berasal dari kata tanggung dan mendapat awalan ke yang berarti beban, berat sedangkan ke memberikan tekanan menyangatkan sehingga secara filosofi prajurit ketanggung mempunyai tanggung jawab yang sangat berat. Keberadaan prajurit ini terdiri atas 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1 pembawa dwaja yang bernama Kanjeng Kyai Nanggolo.
Seragam yang digunakan prajurit ketanggung adalah berbentuk sikepan, dengan corak lurik khas ketanggung serta celana pendek hitam diluar celana panjangputih, sepatu lars hitam dan topi mancungan berwarna hitam dengan hiasan bulu bulu ayam.


Gambar 21. Prajurit Ketanggung

Panji atau bendera prajurit Ketanggung adalah Cakraswandana berbentuk empat persegi panjang dengan dasar warna hitam pada bagian tengah terdapat gambar bintang bersegi enam dengan warna putih. Cakraswandana berasal dari kata cakra dari bahasa sansekerta yang berarti senjata berbentuk roda bergerigi. Dan kata swandana yang berasal dari bahasa kawi berarti kendaraan/ kereta sehingga secara filosofi berarti pasukan yang membawa senjata cakra yang dahsyat yang akan memporak porandakan musuh.
Persenjataan yang dipakai oleh Prajurit Ketanggung adalah senjata api dengan bayonet terhunus serta tombak. Untuk peralatan music yang digunakan berupa tambur, seruling, terompet, dan bende. Musik untuk berjalan lambat dan digayakan menggunakan mares Bergolo Milir sedangkan untuk berjalan cepat menggunakan Mares Lintrik Emas. Keberadaan nama prajurit Ketanggung ini menjadi nama kampung Ketanggungan. Ciri nama-nama para prajuritnya selalu disertai dengan kata “Joyo”.

Gambar 22. Prajurit Ketanggung

.
Gambar 23. Prajurit Ketanggung


7.    Prajurit Mantrijero, Pengawal Raja Saat Upacara Jumengan Dalem Nata


Gambar 24. Prajurit Mantrijero

Prajurit Mantrijero dahulunya beranggotakan menteri menteri di dalam keraton yang bertugas untuk berdiri sebagai hakim yang memutuskan perkara. Tugas yang diemban adalah mengawal sultan pada saat diselenggarakan upacara Jumengan Dalem Nata di Bangsal Sitihinggil. Kata mantrijero berasal dari kata mantra dari bahasa sansekerta yang berarti juru bicara, menteri merupakan jabatan diatas bupati yang memiliki wewenang dalam salah satu struktur pemerintahan sedangkan jero berarti dalam. Secara harfiah Manterijero berarti Juru bicara atau menteri didalam. Sedangkan secar filosofi Mantrijero bermakna pasukan yang mempunyai wewenang ikut ambil bagian dalam memutuskan segala sesuatu hal dalam lingkungan keraton.


Gambar 25. Prajurit Mantrijero

Pasukan ini terdiri dari 8 perwira berpangkat panji 8 bintara berpangkat sersan , 64 prajurit dan 1 prajurit pembawa duaja yang bernama kanjeng Kyai Cokro. Sedangkan komandan pasukan tersebut berpangkat bupati.
Panji panji atau bendera prajurit Mantrijero adalah Purnamasidhi dengan bentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam dan ditengahnya adalah lingkaran berwarna putih. Purnamsidhi sendiri bersal dari bahasa sansekerta yaitu purnama yang berarti bulan penuh dan sidhiyang berarti sempurna. Sehingga secara secara filosofi purnamasidhi bermakna pasukan yang diharapkan dapat selalu memberikan cahaya dalam kegelapan.
Seragam yang dikenakan oleh pasukan mantrijero adalah Jas buka dengan kain lurik bergaris hitam putih, berbaju dalam putih, bercelana putih, kaos kaki panjang putih dan bersepatu fantopel warna hitam, topi songkok berwarna hitam.


Gambar 25. Prajurit Mantrijero

Persenjataan yang dipergnakan prajurit Mantrijero adalah Senapan api dan tombak. Sedangkan perlengkapan alat music yang diperghgunakan berupa tambur, seruling dan terompet Musik sebagai ringan yang dimainkan adalah Mares SLENGGANDIRI, untuk berjalan pelan dengan di gayakan dan Mares PLANGKENAN (RESTOG), untuk berjalan cepat Keberadaan nama prajurit tersebut menjadi nama kampung Mantrijeron.

8.    Prajurit Nyutra, Prajurit Pengawal Pribadi Raja



Gambar 26. Prajurit Nyutra

Prajurit Nyutra merupakan prajurit pengawal pribadi raja atau Sri Sultan, karena merupakan kesayangan raja dan selalu dekat dengan raja. Nama Nyutra berasal dari kata sutera, menurut bahasa kawi berarti unggul ,  lulungidan (ketajaman), pipingitan/ sinengker.  Sedang menurut bahasa jawa berarti jenis kain yang halus. Sehingga secara filosofi  prajurit Nyutro diartikan prajurit yang halus seperti halusnya sutera dalam menjaga dan mendampingi raja namun memiliki ketajaman rasa dan ketrampilan yang unggul. Dan masa pemerintahan sebelum Sultan Hamengku Buwono ke IX para prajurit diwajibkan bisa menari. Tugas prajurit ini adalah sebagai pengawal dalam upacara gerebeg sebagai keselamatan sultan saat  duduk pada singgasana di sitihinggil. Bregada initerbagi menjadi 2 kelompok dengan seragam yang berbeda.

Gambar 27. Prajurit Nyutra

Prajurit Nyutro terdiri dari 8 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 46 prajurit dan 2 orang pembawa dwaja yakni yang bernama kanjeng Kyai Trisula
Panji panji atau bendera darai prajurit Nyutro karena ada dua kelompok maka bendera tersebut juga dua yakni Podhang Ngingsep Sari dan Padma Sri Kresna. Podhang Ngingsep sari untuk prajurit Nyutra merah berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuing ditengahnya berupa lingkaran warna merah sedangkan padma sri kresna untuk Prajurit Nyutra hitam berbentuk empat persegi panjang dengan dasar warna kuning dengan lingkaran di bagian tengah berwarna hitam. Untuk persenjataan prajurit ini terhitung paling lengkap karena merupakan pengawal pribadi raja yakni berupa tombak, towok, dan tamen, senapan, serta panah/jemparing.



Gambar 28. Prajurit Nyutra

Podhang Ngingsep sari yang berasal dari kata podhang yang berartyi kepodang jenis burung dengan warna bulu kuninng keemasan, ngingsep berarti menghisap dan sari berarti inti sehingga secara filosofi prajurit Nyutro merah berarti prajurit yang selalu memegang teguh pada keluhuran. Padama Sri Kresnaberasal dari tiga bahasa sansekerta yakni padma berarti bunga teratai, sri berarti cahaya, indah dan kresna berarti hitam sehingga secara filosofi bermakna prajurit yang selalu membasmi kejahatan seperti Kresna sebagai titisan dewa Wisnu.
Untuk nyutro Hitam  seragam yang digunakan  ikat kepala berbentuk udheng gilig berwarna hitam, rompi dan celana panji berwarna hitam, kain kampuh biru tua dengan warna putih ditengahnya. Kalau Prajurit Nyutro Hitam didominasi warna hitam maka Nyutro merah  di dominasi warna merah.
Perangkat music yang dipakai Prajurit Nyutro adalah Tambur, seruling serta terompet. Nama music yang dimainkan adalah Mares Mbat Embat Penjalin dengan iringan gamelan untuk memperagakan tarian tayungan, mares Tamtomo Balik untuk berjalan pelan dan digayakan sedang mare Sorengprang untuk berjalan cepat. Keberadaan Prajurit ini menjadi nama kampung yakni Nyutran.

Gambar 28. Prajurit Nyutra


Gambar 29. Prajurit Nyutra

9.    Prajurit Bugis, Pengawal Gunungan


Prajurit tersebut semula beranggotakan suku bugis. Prajurit ini awal mulanya sebelum masa Hamengku Buwono IX bertugas di kepatihan sebagai pengawal pepatih dalem. Namunsejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX ditarik menjadi satu dengan prajurit keraton yang lain. Dalam upacara gerebeg keberadaan prajurit Bugis tersebut menjadi pengawal gunungan.  Secara filosfi keberadaan prajurit Bugis bermakna prajurit yang kuat seperti sejarah awal mula yang berasal dari Bugis, Sulawesi.

Gambar 30. Prajurit Bugis

Persenjataan yang dipakai adalah tombak, sedangkan peralatan music yang melengkapinya berupa tambur, pui-pui, bende dan ketipung kecil. Lagu atau mares yang dikumandangkan adalah Mares Endroloko

Gambar 31. Prajurit Bugis

Panji panji atau bendera dari prajurit Bugis adalah Wulandadari yang berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam dibagian tengah terdapat lingkaran dengan warna kuning emas. Wulandadari berasal dari kata wulan yang berarti bulan dan dadari yang berarti mekar/muncul/timbul. Secara flosofi berarti prajurit Bugis diharapakan selalu memberikan penerangan dalam kegelapan seperti munculnya bulan dimalam hari yang gelap yang menggantiokan fungsi dari matahari.
Seragam yang dikenakan oleh prajurit Bugis adalah baju berbentuk kurung/jas tutup  dan celana panjang hitam topi hitam.

10.  Prajurit Surakarsa, pengaman putra Mahkota.



Gambar 32. Prajurit Surakarsa

Nama Surakarsa berasal dari dua suku kata yakni sura dan karsa, yang menurut bahasa sansekerta bahawa sura berarti berani sedangkan karsa berarti kehendak. Prajurit Surakarsa bukan merupakan bagian dari kesatuan keraton. Tugas prajurit surakarsa waktu itu adalah mengawal pangeran adipati Anom / putera mahkota. Sehingga Secara filosofi prajurit surakarsa berarti sebuah pasukan yang pemeberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan putra mahkota.
Namun setelah kepemimipinan sultan hamengkubuwono IX prajurit ini ditarik untuk menjadi satu dengan prajurit yang lain untuk mendapatkan tugas mengawal gunungan gerebeg  pada bagian belakang. Terdiri atas seorang perwira berpangkat penewu, 64 prajurit dan sorang yang bertugas membawa duaja yang bernama Dapur Banyak Angrem.


Gambar 33. Prajurit Surakarsa

Panji panji atau bendera yang banyak dipergunakan adalah pareanom yang berbentu empat persegi panjang dengan warna dasar hijau pada bagian tengahnyaberupa lingkaran dengan warna kuning.  Kata pareanom berasal dari kata pare yang merupakan tanaman dengan warna hijau buahnya yangmasih muda berwarna hjau kekekuningan. Sedangkan kata anom berarti muda dan secara filosofis bahwa prajurit pareanom merupakan pasukan yang selalu bersemangat dengan jiwa muda.
Seragam yang digunakan berupa baju lengan panjang berwarna putih dengan celana panjang dan kain bermotif gebyar. Dengan memakai ikat kepala teleng kewengen yakni kain berwarna hitam ditengah putih dan tepinya bergaris garis putih. Kaos kaki hitam dan sepatu juga hitam.


Gambar 34. Prajurit Surakarsa

Persenjataan yang dilekatkan pada prajurit ini berupa tombak panjang. Korps music prajurit Surakarsa dilengkapi dengan tambur dan seruling. Sedangkan mares yang dipakai adalah Plangkenan
Nama kesatuan yang masih digunakan sebagai nama kampung  yakni kampung Surokarsan.

Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta dibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan para prajurit keraton dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernah ada baru sepuluh kesatuan atau bergada yang direkonstruksi dengan beberapa perubahan, baik dari pakaiannya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-foto yang ditampilkan). Kesepuluh kesatuan prajurit tersebut yaitu: Prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo, Prajurit Mantrijero, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Nyutro, Prajurit Surokarso dan Prajurit Bugis. Dewasa ini, kesepuluh kesatuan prajurit tersebut masih dapat dilihat oleh masyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitu pada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg Syawal, di alun-alun utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ketiga Bregodo tersebut adalah : 

1.    Sumoatmojo
Merupakan pasukan pengawal pribadi sultan yang langsung berada dibawah komando sultan. Pasukan ini terdiri dari 2 orang perwira berpangkat panji, 2 orang bintara berpangkat sersan dan 16 orang prajurit. berseragam baju zirah dengan perisai lempengan baja berbentuk bulan sabit berukuran besar, berikat pinggang besar dan kuat terbuat dari kulit kerbau, memakai tutup kepala yang disebut udheng gilig dan tidak memakai alas kaki. Senjata yang digunakan adalah pedang lengkung terhunus dengan perisai bulat. Prajurit Sumoatmojo tidak mempunyai duaja atau bendera, seluruh tubuhnya dan wajahnya dibedaki dengan boreh berwarna kuning. Jika melaksanakan tugas mengawal sultan, di sepanjang jalan memperagakan tarian perang atau tayungan.
2.    Jager
Kata jager berasal dari bahasa Belanda yang beraarti pemburu. Terdiri atas seorang perwira berpangkat panji, dua orang bintara berpangkat sersan dan 58 prajurit. Pakaian ini tidak mempunyai seragam khusus, yang dipakai dalam tugas sehari-hari adalah pakaian adat jawa. Persenjataannya berupa bedil. Kesatuan ini tidak mempunyai duaja atau bendera.
3.    Langenastro
Kesatuan ini bertugas mengawal sultan pada upacara garebeg. Prajurit Langenastro merupakan prajurit tambahan yang dimasukkan kedalam kesatuan Mantrijeron. Atribut yang dipakai sama dengan prajurit Mantrijero, kecuali persenjataannya prajurit Langenastro tidak berupa bedil seperti prajurit Mantrijero namun sebilah pedang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar