Kesatuan
prajurit yang ada di Keraton Kasultanan Yogyakarta
Pemerintahan yang
kuat tentu harus didukung dengan sistem pertahanan yang kuat pula. Nagari
Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah kraton pecahan dari Mataram juga
memiliki sistem pertahanan yang kuat di masa kejayaannya. Meskipun kini
Ngayogyakarta Hadiningrat telah bergabung dan menjadi bagian dari Republik
Indonesia, sisa-sisa kekuatan pertahanan itu masih terlihat dari sepuluh
kesatuan prajurit yang dimilikinya. Kesatuan Wirabraja atau bergada Wirabraja
adalah contoh salah satu dari sepuluh kesatuan prajurit di Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat yang masih bertahan hingga sekarang.
Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentuk pada masa pemerintahan
Hamengkubuwono I sekitar abad 17. Tepatnya pada tahun 1755 Masehi. Prajurit
yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri dan kavaleri tersebut sudah
mempergunakan senjata-senjata api yang berupa bedil dan meriam. Selama kurang
lebih setengah abad pasukan Ngayogyakarta terkenal cukup kuat, ini terbukti ketika Hamengku Buwono II mengadakan perlawanan
bersenjata menghadapi serbuan dari pasukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal
Gillespie pada bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan bahwa perlawanan
dari pihak Hamengku Buwono
II hebat sekali. Namun semenjak masa Pemerintahan Hamengkubuwono
III kompeni
Inggris membubarkan angkatan perang Kasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2
Oktober 1813 yang ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono III dan Raffles,
dituliskan bahwa Kesultanan Yogyakarta tidak dibenarkan memiliki angkatan
bersenjata yang kuat. Dibawah pengawasan Pemerintahan Kompeni Inggris, keraton
hanya boleh memiliki kesatuan-kesatuan bersenjata yang lemah dengan pembatasan
jumlah personil. Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melakukan gerakan
militer. Maka sejak itu fungsi kesatuan-kesatuan bersenjata sebatas sebagai
pengawal sultan dan penjaga keraton.
Ketika Pemerintahan Kolonial Belanda kembali
berkuasa pasukan-pasukan bersenjata yang sudah lemah tersebut makin dikurangi
sehingga tidak mempunyai arti secara militer. Menurut catatan yang ada, semasa
pemerintahan Hamengkubuwono VII sampai
dengan masa pemerintahan Hamengkubuwono VIII yaitu
antara tahun 1877 sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kraton yang
meliputi: Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung, Patangpuluh, Wirobrojo, Jogokaryo,
Nyutro, Dhaeng, Jager, Prawirotomo, Mantrijero, Langenastro, Surokarso dan
Bugis.
Pada
tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta dibubarkan oleh
pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan para prajurit keraton
dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernah ada baru sepuluh
kesatuan atau bergada yang direkonstruksi dengan beberapa perubahan, baik dari
pakaiannya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-foto yang
ditampilkan). Dewasa ini, kesepuluh kesatuan prajurit tersebut masih dapat
dilihat oleh masyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitu pada
upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg Syawal, di alun-alun utara
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Prajurit Kraton
Yogyakarta saat ini terdiri atas 10 Bregada (Brigade). Perbedaan antar
bregada yang satu dengan yang lain ditentukan menurut atribut panji-panji
(bendera), busana, dan kelengkapannya. Nama-nama bregada/ pasukan itu adalah
Prajurit Wirabraja, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jagakarya,
Prajurit Prawiratama, Prajurit Nyutra, Prajurit Ketanggung, Prajurit
Mantrijero, Prajurit Bugis, dan Prajurit Surakarsa. Semua nama bregada
prajurit, mode atribut panji-panji, warna busana, dan kelengkapan dalam
prajurit Kraton Yogyakarta mempunyai makna filosofis. Berikut akan diberikan
analisis makna filosofis atas nama-nama kesatuan tersebut.
1. Prajurit
Wirobrojo, Barisan Terdepan Prajurit Kraton Yogyakarta
Pada masa penjajahan, prajurit Wirobrojo berada digaris depan dalam setiap pertempuran, dan hingga saat inipun keberadaan prajurit Wirobrojo ini dalam
upacara upacara yang diadakan keraton Yogyakarta seperti upacara gerebeg, Prajurit Wirobrojo berada paling depan dalam urutan defile.
Gambar 1. Prajurit
Wirobrojo
Prajurit Wirobrojo dahulu ditempatkan disisi barat luar
benteng Keraton
Kasultanan Yogyakarta. Hal ini bertujuan sebagai penghalau
sekaligus mempertahankan benteng keraton dari serangan musuh yang datang dari
arah barat keraton. Dan hingga saat ini nama tempat tersebut menjadi satu kampung dengan sebutan Wirobrajan.
Nama Wirobrojo berasal dari kata Wiro dan brojo,
yang berasal dari bahasa sansekerta. Kata Wiro berarti berani dan Brojo
berarti tajam.
Gambar 2. Prajurit Wirobrojo
Secara filosofi kata tersebut berarti bahwa prajurit
wirobrojo berani dalam melawan musuh dan tajam serta peka panca inderanya. Maka
tidak heran jika keberadaan prajurit wirobrojo menjadi barisan atau pasukan
garda terdepan. Dan dari kandungan makna nama tersebut diharapkan memberi
dukungan daya magis yang memberi jiwa atas anggota prajurit tersebut.
Bergada prajurit Wirabraja menggunakan
seragam berbentuk sikepan,
ikat pinggang kain satin dan celana panji dengan dominasi keseluruhan seragam
berwarna merah. Warna merah merupakan simbol keberanian dan semangat
membara. Kundhup tari yakni
topi yang digunakan prajurit, berbentuk corong melengkung berwarna merah
sehingga tampilan keseluruhan prajurit mirip seperti ‘cabai merah’. Oleh karena
itu, kesatuan Wirabraja kerap dijuluki “lombok
abang”. Pakaian
yang dikenakan semuanya didominasi warna merah menyala yang terdiri dari:
Topi
centhung : bentuknya
mirip kepompong dengan warna merah
Destar
atau ikat kepala :
berwarna wulung/ungu
Baju
dalam lengan panjang :
warna putih
Beskap
baju luar :
warna merah
Lonthong
atau ikat pinggang dalam : berupa kain bermotif
cinde dominasi warna merah
Kamus
atau Ikat pinggang luar : berwarna
hitam
Sayak :
Kain penutup dari pinggang sampai dengan lutut warna putih
Celana
Panji :
celana yang mempunyai panjang sebatas lutut warna merah
Kaos
Kaki :
warna putih
Sepatu :
fantopel warna hitam
Gambar 3. Prajurit
Wirobrojo
Persenjataan
:
- Bedil
- Tombak
- Keris dengan kerangka bermotif branggah.
Gambar 4. Panji Prajurit
Wirobrojo
Nama Panji/ bendera/ klebet/ dwaja prajurit Wirabraja adalah Gula-klapa, berbentuk
empat persegi panjang dengan warna dasar putih, pada setiap sudut dihias dengan
centhung berwarna merah seperti ujung cabai merah (kuku Bima). Di tengahnya
adalah segi empat berwarna merah dengan pada bagian tengahnya adalah segi
delapan berwarna putih. Gula-klapa berasal dari kata 'gula' dan 'kelapa'. Yang
dimaksud di sini adalah gula Jawa yang terbuat dari nira pohon kelapa yang
berwarna merah; sedangkan 'kelapa' berwarna putih. Secara filosofis bermakna
pasukan yang berani membela kesucian/ kebenaran.
Dwaja bernama: Kanjeng Kyai Santri dan Kanjeng
Kyai Slamet. Alat
Musik dan Nama Mars/Musik : Memainkan
music tambur dan seruling untuk memainkan gendhing/mars. Ada dua mares yang
digunakan yakni: Untuk berjalan lambat dan digayakan menggunakan Mares Retodhedhali. Untuk berjalan cepat menggunakan
Mares Dayungan.
Gambar 5. Prajurit
Wirobrojo
Bergada ini terdiri dari 4 perwira berpangkat panji, 8
bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 2 orang pembawa duaja. Prajurit
terdiri dari pasukan infantri dan kaveleri. Komandan pasukan ini menduduki
tingkat bupati. Ciri nama-nama para prajurit
dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Brojo”.
Bergada Wirabraja dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwana I tepatnya tahun 1755.
Kesatuan ini selalu menjadi garda terdepan dalam memberikan pengawalan
Kraton Yogya. Dalam suatu babad diceritakan perlawanan bersenjata secara
besar-besaran antara pasukan Yogya melawan serangan pasukan Inggris yang
berjumlah ribuan pada Juni 1812. Pasukan inggris dipimpin oleh Gillespie, sedangkan Yogya dibawah
kepemimpinan Hamengkubuwana (HB) II.
Pada saat itu pasukan Yogya dikabarkan sudah mulai menggunakan senapan api dan
meriam.
Kekuatan itu justru menurun sejak masa pemerintahan HB III
bergada Wirabraja dan bergada-bergada lainnya di Kraton Yogya dilucuti
berdasarkan perjanjian dengan penjajah Inggris yang dipimpin oleh Raffles tertanggal 2 Oktober 1812.
Pembatasan jumlah dan pelemahan kekuatan membuat bergada prajurit Wirabraja
akhirnya pudar. Larangan Kraton memiliki prajurit di masa penjajahan Jepang
tahun 1942 membuat kesatuan inipun tenggelam. Setelah tahun 1972 bergada
Wirabraja dan 9 kesatuan lainnya dari 13 kesatuan di masa HB VII kembali
direkonstruksi.
Sekarang bergada Wirabraja tidak lagi memiliki fungsi militer
secara penuh. Kedudukannya hanya menjadi bukti sosial budaya kekuatan
pertahanan Ngayogyakarta di masa lampau. Dalam jangka waktu setahun, paling
tidak pasukan ini muncul dalam tiga kali upacara, yakni pada Garebeg
Mulud, Garebeg Besar, dan Garebeg Syawal.
2.
Prajurit Dhaeng, Prajurit Elit dan Gagah
Berani
Nama prajurit Dhaeng
berasal dari bahasa makasar sebagai gelar bangsawan di Makasar, Sulawesi.
Prajurit ini sebenarnya merupakan prajurit yang didatangkan dari Makasar yang
pada jaman dulu untuk mengatasi permasalahan di Mataram. Dhaeng secara filosofi berarti prajurit elit yang gagah berani.
Gambar 7. Prajurit
Dhaeng
Menurut sejarah Prajurit Dhaeng awalnya didatangkan oleh
Belanda guna memperkuat Pasukan Raden
Mas Said. Namun belakangan justeru Raden
Mas Said berselisih dengan Pangeran Mangkubumi yang awalnya bersekutu untuk melawan Belanda. Sebagai
puncaknya Raden Mas Said atau P. Mangkunegara I yang merupakan
menantu Hamengku Buwono I (nama Pangeran Mangkubumi setelah dinobatkan
menjadi Raja Yogyakarta) menceraikan isterinya yang tidak lain adalah puteri Hamengku Buwono I.
Pada saat akan memulangkan isterinya kepada orang tuanya ada kekhawatiran P. Mangkunegara bahwa Hamengku Buwono akan marah, maka untuk
menjaga hal hal yang tidak baik maka mantan isteri P. Mangkunegara yang bernama Kanjeng
Ratu Bendara tersebut diantar oleh pasukan pilihan yang dinamakan Prajurit
Dhaeng. Sesampainya di Keraton Yogyakarta tersebut para pasukan yang mengantar Kanjeng Ratu Bendara disambut dengan
sangat baik oleh pihak Keraton
Yogyakarta. Karena
perlakuan tersebut akhirnya pasukan Dhaeng yang mengantar Kanjeng Ratu Bendara tersebut merasa terkesan dan memutuskan untuk
tidak kembali ke Surakarta melainkan mengabdi kepada Hamengku Buwono I di
Keraton Yogyakarta.
Gambar 8. Prajurit
Dhaeng
Prajurit Dhaeng mempunyai panji panji atau bendera yang
dinamakan Bahningsari yang berbentuk persegi panjang dengan dasar warna putih,
ditengahnya terdapat bintang segi delapan berwarna merah. Kata Bahningsari yang berasal dari kata
sansekerta bahning yang berarti api dan sari yang berarti inti. Secara filosofi
mengambarkan bahwa prajurit Dhaeng merupakan prajurit yang berani tak kenal
menyerah seperti halnya inti api yang tak pernah kunjung padam.
Gambar 9. Prajurit
Dhaeng
Prajurit Dhaeng terdiri dari 4 perwira dengan pangkat
panji, 8 bintara dengan pangkat sersan, 72 prajurit serta 1 pembawa dwaja yang bernama
Kanjeng
Kyai Jatimulyo atau Doyok. Seragam Prajurit Dhaeng
terdiri atas topi hitam pakai cundhuk, destar wulung, jas putih setrip merah,
lonthong biru, kamus hitam, celana panjang setrip merah, kaos kaki hitam,
sepatu fantopel. Sedangkan persenjataan bedil, tombak dan keris. Untuk alat musik
berupa tambur, seruling, pui pui, kecer, ketipung, dan bende. Sedangkan iringin
musik menggunakan mares Kanoko untuk berjalan pelan dan
digayakan sedangkan untuk berjalan cepat dengan mares Undhal-andil. Ciri nama-nama para prajurit
dalam bregada ini selalu disertai dengan kata “Niti”.
Tempat tinggal para prajurit dhaeng saat ini dinamakan
waktu itu saat ini menjadi nama kampung Dhaengan yang berada di sebelah
barat daya keraton Yogyakarta.
3.
Prajurit Patangpuluh,
Prajurit dengan Keberanian dan Ketangguhan Luar Biasa
Prajurit
Patangpuluh dulunya bermarkas di
sebelah barat daya keraton Yogyakarta,
prajurit tersebut terkenal dengan keberaniannya dan juga ketangguhannya saat di
medan pertempuran, sehingga keberadaan prajurit patangpuluh ini menjadi andalan
saat bertempur.
Gambar 10. Prajurit
Patangpuluh
Belum diketahui secara pasti apakah nama patangpuluh
berarti jumlah pasukan tersebut dahulunya hanya 40 personil. Pada acara gerebeg yang dilaksanakan keraton Yogyakarta
prajurit ini berada di urutan ketiga dalam defile.
Gambar 11. Panji
Prajurit Patangpuluh
Prajurit Patangpuluh yang ada saat ini di keraton Yogyakarta terdiri atas 4 perwira berpangkat
panji, 8 bintara berpangkat sersan serta 72 prajurit dan 1 pembawa bendera.
Bendera yang menjadi panji panji prajurit patangpuluh dinamakan Cokrogora
berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam ditengahnya terdapat
bintang segi enam berwarna merah. Cakragora berasal dari bahasa
sansekerta cakra yang berarti senjata yang berbentuk gerigi dan gora yang
berarti dahsyat atau menakutkan. Dan secara filosofi arti panji atau bendera
tersebut adalah prajurit yang mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa
sehingga semua musuh seperti apapaun dapat dikalahkan. Untuk dwaja bernama Kanjeng
Kyai Trisula.
Pakaian atau seragam yang dikenakan prajurit patangpuluh
adalah berbentuk sikepan dengan corak lurik khas patangpuluh yakni lurik
kemiri, dengan celana pendek warna merah diluar celana panjang putih.
Destar wulung, lonthong atau ikat pinggang dalam berwarna merah, kamus
atau ikat pinggang luar berwarna hitam, Rompi warna merah dengan tutup kepala
berupa songkok berwarna hitam
serta sepatu fantopel hitamdengan kaos kaki hitam.
Gambar 12. Prajurit
Patangpuluh
Persenjataan prajurit patangpuluh berupa bedil dan keris
branggah. Sedangkan alat musik terdiri dari tambur, seruling serta terompet.
Iringan musik saat berjalan lambat dan digayakan menggunakan Mares Gendero
dan untuk berjalan cepat menggunakan mares Bulu bulu. Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu
disertai dengan kata “Himo”.
Gambar 13. Prajurit Patangpuluh
4.
Prajurit Jagakarya, Penjaga Jalannya
Pemerintahan
Prajurit Jagakarya merupakan barisan nomor empat dalam
defile setelah prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaeng dan Prajurit Patangpuluh.
Jagakaryo berasal dari kata Jaga dan Karyo, Jaga yang diambil dari bahasa
sansekerta berarti menjaga sedangkan karyo berasal dari bahasa kawi yang
berarti tugas atau pekerjaan. Sehingga secara filosofi keberadaan prajurit
Jagakaryo merupakan pasukan yang mengemban tugas untuk menjaga serta
mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan didalam kerajaan.
Gambar 14. Prajurit
Jagakarya
Kesatuan Jogokaryo di Keraton Yogyakarta terdiri atas 4
perwira berpangkat panji, dengan 8 bintara berpangkat sersan dan 72 prajurit
serta 1 prajurit pembawa dwaja yang berupa Kanjeng Kyai Trisula.
Gambar 14. Prajurit
Jagakarya
Panji panji atau bendera prajurit Jagakaryo adalah papasan. Kata Papasan berasal dari kata nama tumbuhan atau burung papasan.
Pendapat lain Papasan berasal dari kata dasar 'papas' menjadi 'amapas"
yang berarti 'menghancurkan' (Wojowasito, 1977:190). Bendera ini berbentuk empat persegi panjang
dengan warna dasar merah dan pada bagian tengahnya berupa lingkaran warna
hijau. Dengan demikian secara filosofi papasan mempunyai makna bahwa prajurit
Jogokaryo dengan lambang Bendera papasan merupakan pasukan pemberani yang
dapat menghancurkan musuh dengan semangat yang teguh.
Seragam dari prajurit Jagakaryo adalah Tpo Hitam bentuk
tempelengan yang terlihat seperti kapal terbalik,
Destar atau ikat kepala berwarna wulung, rompi berwarna crem atau kuning emas,
beskap lurik lupat lapis warna merah, sayak lurik, lonthong atau ikat pingang
dalam warna merah dan Kamus atau ikat pinggang luar berwarna hitam. Sedangkan
Celana panji lurik, menggunakan kaos kaki panjang, sepatu fantopel warna hitam .
Gambar 15. Prajurit
Jagakarya
Persenjataan yang dipergunakan oleh Prajurit Jagakaryo
berupa bedil, tombak serta keris branggah. Sedangkan
perangkat music yang dipakai adalah tambur, seruling dan terompet untuk
memainkan music iringan saat berjalan dan digayakan dengan menggunakan Mares Slanggunder
dan untuk jalan cepat menggunakan mares Tamengmaduro. Bregada
Prajurit Jogokaryo dilengkapi dengan senjata berupa senapan api dan tombak.
Ciri nama-nama para prajurit dalam bregada ini selalu disertai dengan kata
“Parto”.
Nama Jagakaryo kemudian dipakai nama sebuah perkampungan
yang dinamakan Jogokaryan yang letaknya di sebelah selatan keraton
Yogyakarta sebelum panggung krapyak.
Gambar 16. Prajurit
Jagakarya
5.
Prajurit Prawirotomo, Laskar Pilihan dengan
Kemampuan Lebih
Prajurit Prawirotomo merupakan prajurit yang memiliki
kelebihan dibanding dengan prajurit lainnya, hal ini tak lepas dari asal
keberadaan prajurit tersebut yakni dari 1000 orang anggota laskar Mataram yang
membantu pangeran Mangkubumi untuk melawan kompeni. Dan setiap kali menghadapi
pertempuran , laskar ini senantiasa berhasil gemilang, maka kemudian mendapat
julukan atau nama prawirotomo.
Gambar 17. Prajurit
prawiratama
Kata prawirotomo merupakan asal kata dari Prawira dan
tama, dalam bahasa kawi
prawira berarti berani / perwira / prajurit sedangkan tomo atau utomo dalah
bahas a sansekerta mengandung arti utama/ lebih sedang dalam bahasa kawi
berarti Ahli atau pandai. Sehingga secara filosofi keberadaan prajurit Prawirotomo
diharapakan menjadi sebuah pasukan yang pemberani dan pandai dalam setiap
tindakan, selalu bijak dalam suasana perang.
Gambar 17. Panji
Prajurit prawiratama
Didalam kesatuan prajurit ini terdiri dari 4 perwira
berpangkat Panji, 4 bintara berpangkat sersan dan 72 orang prajurit serta
seorang pembawa dwaja yakni Kanjeng Kyai Trisula
Prajurit Prawirotomo mempunyai panji panji atau bendera
yang bernama Geniroga atau bantheng ketaton yang berbentuk empat persegi
panjang dengan warna dasar hitam dengan lingkaran ditengahnya yang berwarna
merah. Geniroga merupakan dua kata dari kata Geni yang berarti Api dan roga
yang berasal dari bahasa sansekerta yang berarti sakit. Dengan bendera ini
mengisyratkan dan diharapkan pasukan prawirotomo dapat selalu mengalahkan musuh
dengan mudah.
Seragam yang dikenakan prajurit Prawirotomo berupa topi
berbentuk mete dengan warna
hitam, destar atau ikat kepala warna wulung/ungu, beskap hitam, baju dalam
merah sayak putih, lonthong atau sabuk dalam berwarna merah kamus atau sabuk
bagian luar berwarna hitam. Untuk celana atas merah dan bagian bawah putih,
bengkap hitam, kaos kaki hitam serta sepatu fantopel hitam.
Gambar 18. Prajurit
prawiratama
Persenjataan yang dipakai oleh kesatuan prajurit
Prawirotomo adalah berupa bedil / senapan api dan keris branggah.Alat music
yang dipakai adalah berupa Tambur, seruling serta terompet untuk mengiringi
Mares Balang sewaktu berjalan pelan dan digayakan sedangkan untuk
berjalan cepat diriingi mares Pandhebrug.
Keberadaan nama prajurit tersebut dipakai sebagai nama
sebuah nama kampung yakni Prawirotaman. Ciri nama para prajuritnya selalu disertai dengan kata
“Prawiro”.
Gambar 19.
Prajurit Prawiratama
6.
Prajurit Ketanggung, Pengawal Raja Pada
Kunjungan Keluar Keraton
Gambar 20. Prajurit
Ketanggung
Pada jamannya dulu keberadaan prajurit Ketanggung bertanggung jawab atas
lingkungan keraton dan juga sebagai penuntut perkara dan mempunyai kewajiban mengawal
keberada Raja jika melakukan kunjungan keluar keraton. Nama ketanggung berasal
dari kata tanggung dan mendapat awalan ke yang berarti beban, berat
sedangkan ke memberikan
tekanan menyangatkan sehingga secara filosofi prajurit ketanggung mempunyai tanggung
jawab yang sangat berat. Keberadaan prajurit ini terdiri atas 4 perwira
berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1 pembawa dwaja
yang bernama Kanjeng Kyai Nanggolo.
Seragam yang digunakan prajurit ketanggung adalah
berbentuk sikepan, dengan corak lurik khas ketanggung serta celana pendek hitam
diluar celana panjangputih, sepatu lars hitam dan topi mancungan berwarna hitam
dengan hiasan bulu bulu ayam.
Gambar 21. Prajurit
Ketanggung
Panji atau bendera prajurit Ketanggung adalah Cakraswandana
berbentuk empat persegi panjang dengan dasar warna hitam pada bagian tengah terdapat gambar bintang
bersegi enam dengan warna putih. Cakraswandana berasal dari kata
cakra dari bahasa sansekerta yang berarti senjata berbentuk roda bergerigi. Dan
kata swandana yang berasal dari bahasa kawi berarti kendaraan/ kereta sehingga secara filosofi berarti
pasukan yang membawa senjata cakra yang dahsyat yang akan memporak porandakan
musuh.
Persenjataan yang dipakai oleh Prajurit Ketanggung adalah
senjata api dengan bayonet terhunus serta tombak. Untuk peralatan music yang
digunakan berupa tambur, seruling, terompet, dan bende. Musik untuk berjalan
lambat dan digayakan menggunakan mares Bergolo
Milir
sedangkan untuk berjalan cepat menggunakan Mares Lintrik Emas. Keberadaan nama prajurit Ketanggung ini
menjadi nama kampung Ketanggungan. Ciri nama-nama para prajuritnya selalu disertai dengan kata
“Joyo”.
Gambar 22. Prajurit
Ketanggung
Gambar 23. Prajurit
Ketanggung
7. Prajurit
Mantrijero, Pengawal Raja Saat Upacara Jumengan Dalem Nata
Gambar 24. Prajurit Mantrijero
Prajurit Mantrijero dahulunya beranggotakan menteri
menteri di dalam keraton yang bertugas untuk berdiri sebagai hakim yang memutuskan perkara. Tugas yang diemban
adalah mengawal sultan pada saat diselenggarakan upacara Jumengan Dalem Nata di
Bangsal Sitihinggil. Kata mantrijero berasal dari kata mantra dari bahasa
sansekerta yang berarti juru bicara, menteri merupakan jabatan diatas bupati
yang memiliki wewenang dalam salah satu struktur
pemerintahan sedangkan jero berarti dalam. Secara harfiah Manterijero berarti
Juru bicara atau menteri didalam. Sedangkan secar filosofi Mantrijero bermakna
pasukan yang mempunyai wewenang ikut ambil bagian dalam memutuskan segala
sesuatu hal dalam lingkungan keraton.
Gambar 25. Prajurit Mantrijero
Pasukan ini terdiri dari 8 perwira berpangkat panji 8
bintara berpangkat sersan , 64 prajurit dan 1 prajurit pembawa duaja yang
bernama kanjeng Kyai Cokro. Sedangkan komandan pasukan tersebut berpangkat
bupati.
Panji panji atau bendera prajurit Mantrijero adalah Purnamasidhi
dengan bentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam dan
ditengahnya adalah lingkaran berwarna putih. Purnamsidhi sendiri bersal dari
bahasa sansekerta yaitu purnama yang berarti bulan penuh dan sidhiyang berarti
sempurna. Sehingga secara secara filosofi purnamasidhi bermakna pasukan yang
diharapkan dapat selalu memberikan cahaya dalam kegelapan.
Seragam yang dikenakan oleh pasukan mantrijero adalah Jas
buka dengan kain lurik bergaris hitam putih, berbaju dalam putih, bercelana
putih, kaos kaki panjang putih dan bersepatu fantopel warna hitam, topi songkok berwarna hitam.
Gambar 25. Prajurit Mantrijero
Persenjataan yang dipergnakan prajurit Mantrijero adalah
Senapan api dan tombak. Sedangkan perlengkapan alat music yang diperghgunakan
berupa tambur, seruling dan terompet Musik sebagai ringan yang dimainkan adalah
Mares SLENGGANDIRI, untuk berjalan pelan
dengan di gayakan dan Mares PLANGKENAN (RESTOG), untuk berjalan cepat Keberadaan
nama prajurit tersebut menjadi nama kampung Mantrijeron.
8. Prajurit Nyutra, Prajurit Pengawal Pribadi Raja
8. Prajurit Nyutra, Prajurit Pengawal Pribadi Raja
Gambar 26. Prajurit Nyutra
Prajurit Nyutra merupakan prajurit pengawal pribadi raja
atau Sri Sultan, karena merupakan kesayangan raja dan selalu dekat dengan raja.
Nama Nyutra berasal dari kata sutera, menurut bahasa kawi berarti unggul
, lulungidan (ketajaman), pipingitan/ sinengker.
Sedang menurut bahasa
jawa berarti jenis kain yang halus. Sehingga secara filosofi prajurit
Nyutro diartikan prajurit yang halus seperti halusnya sutera dalam menjaga dan
mendampingi raja namun memiliki ketajaman rasa dan ketrampilan yang unggul. Dan
masa pemerintahan sebelum Sultan
Hamengku Buwono ke IX para prajurit diwajibkan bisa menari. Tugas prajurit ini
adalah sebagai pengawal dalam upacara
gerebeg sebagai
keselamatan sultan saat duduk pada singgasana di sitihinggil. Bregada initerbagi menjadi 2 kelompok dengan seragam yang
berbeda.
Gambar 27. Prajurit Nyutra
Prajurit Nyutro terdiri dari 8 perwira berpangkat panji,
8 bintara berpangkat sersan, 46 prajurit dan 2 orang pembawa dwaja yakni yang
bernama kanjeng Kyai Trisula
Panji panji atau bendera darai prajurit Nyutro karena ada
dua kelompok maka bendera tersebut juga dua yakni Podhang Ngingsep Sari dan
Padma
Sri Kresna.
Podhang Ngingsep sari untuk prajurit Nyutra merah berbentuk empat persegi
panjang dengan warna dasar kuing ditengahnya berupa lingkaran warna merah
sedangkan padma sri kresna untuk Prajurit Nyutra hitam berbentuk empat persegi
panjang dengan dasar warna kuning dengan lingkaran di bagian tengah berwarna
hitam. Untuk persenjataan prajurit ini terhitung
paling lengkap karena merupakan pengawal pribadi raja yakni berupa tombak,
towok, dan tamen, senapan, serta panah/jemparing.
Gambar 28. Prajurit Nyutra
Podhang Ngingsep sari yang berasal dari kata podhang yang
berartyi kepodang jenis burung
dengan warna bulu kuninng keemasan, ngingsep berarti menghisap dan sari berarti
inti sehingga secara filosofi prajurit Nyutro merah berarti prajurit yang
selalu memegang teguh pada keluhuran. Padama Sri Kresnaberasal dari tiga bahasa
sansekerta yakni padma berarti bunga teratai, sri berarti cahaya, indah dan
kresna berarti hitam sehingga secara filosofi bermakna prajurit yang selalu
membasmi kejahatan seperti Kresna sebagai titisan dewa Wisnu.
Untuk nyutro Hitam seragam yang digunakan
ikat kepala berbentuk udheng gilig berwarna hitam, rompi dan celana panji
berwarna hitam, kain kampuh biru tua dengan warna putih ditengahnya. Kalau
Prajurit Nyutro Hitam didominasi warna hitam maka Nyutro merah di
dominasi warna merah.
Perangkat music yang dipakai Prajurit Nyutro adalah Tambur, seruling serta
terompet. Nama music yang dimainkan adalah Mares Mbat Embat Penjalin dengan
iringan gamelan untuk memperagakan tarian tayungan, mares Tamtomo Balik untuk
berjalan pelan dan digayakan sedang mare Sorengprang untuk berjalan cepat. Keberadaan Prajurit ini menjadi nama kampung
yakni Nyutran.
Gambar 28. Prajurit Nyutra
Gambar 29. Prajurit Nyutra
9. Prajurit
Bugis, Pengawal Gunungan
Prajurit tersebut semula beranggotakan suku bugis.
Prajurit ini awal mulanya sebelum masa Hamengku Buwono IX bertugas di kepatihan
sebagai pengawal pepatih dalem. Namunsejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX ditarik menjadi satu dengan prajurit keraton yang lain. Dalam upacara gerebeg keberadaan prajurit Bugis tersebut menjadi
pengawal gunungan.
Secara filosfi keberadaan prajurit Bugis bermakna prajurit yang kuat seperti
sejarah awal mula yang berasal dari Bugis, Sulawesi.
Gambar 30. Prajurit Bugis
Persenjataan yang dipakai adalah tombak, sedangkan
peralatan music yang melengkapinya berupa tambur, pui-pui, bende dan ketipung
kecil. Lagu atau mares yang dikumandangkan adalah Mares Endroloko
Gambar 31. Prajurit Bugis
Panji panji atau bendera dari prajurit Bugis adalah
Wulandadari yang berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam dibagian
tengah terdapat lingkaran dengan warna kuning emas. Wulandadari berasal dari
kata wulan yang berarti bulan dan dadari yang berarti mekar/muncul/timbul.
Secara flosofi berarti prajurit Bugis diharapakan selalu memberikan penerangan
dalam kegelapan seperti munculnya bulan
dimalam hari yang gelap yang menggantiokan fungsi dari matahari.
Seragam yang dikenakan oleh prajurit Bugis adalah baju
berbentuk kurung/jas tutup dan celana panjang hitam topi hitam.
10. Prajurit
Surakarsa, pengaman putra Mahkota.
Gambar 32. Prajurit
Surakarsa
Nama
Surakarsa berasal dari dua suku kata
yakni sura dan karsa, yang
menurut bahasa sansekerta bahawa sura berarti berani sedangkan karsa berarti
kehendak. Prajurit Surakarsa bukan merupakan bagian dari kesatuan keraton.
Tugas prajurit surakarsa waktu itu adalah mengawal pangeran adipati Anom /
putera mahkota. Sehingga Secara filosofi prajurit surakarsa berarti sebuah
pasukan yang pemeberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan putra mahkota.
Namun setelah kepemimipinan sultan hamengkubuwono IX
prajurit ini ditarik untuk menjadi satu dengan prajurit yang lain untuk
mendapatkan tugas mengawal gunungan gerebeg pada bagian belakang. Terdiri
atas seorang perwira berpangkat penewu, 64
prajurit dan sorang yang bertugas membawa duaja yang bernama
Dapur Banyak Angrem.
Gambar 33. Prajurit
Surakarsa
Panji panji atau bendera yang banyak dipergunakan adalah pareanom
yang berbentu empat persegi panjang dengan warna dasar hijau pada bagian
tengahnyaberupa lingkaran dengan warna kuning. Kata pareanom berasal dari
kata pare yang merupakan tanaman dengan warna hijau buahnya yangmasih muda
berwarna hjau kekekuningan. Sedangkan kata anom berarti muda dan secara
filosofis bahwa prajurit pareanom merupakan pasukan yang selalu bersemangat
dengan jiwa muda.
Seragam yang digunakan berupa baju lengan panjang
berwarna putih dengan celana
panjang dan kain bermotif gebyar. Dengan memakai ikat kepala teleng kewengen
yakni kain berwarna hitam ditengah putih dan tepinya bergaris garis putih. Kaos
kaki hitam dan sepatu juga hitam.
Persenjataan
yang dilekatkan pada prajurit ini berupa tombak panjang. Korps music prajurit
Surakarsa dilengkapi dengan tambur dan seruling. Sedangkan mares yang dipakai
adalah Plangkenan
Nama
kesatuan yang masih digunakan sebagai nama kampung yakni kampung Surokarsan.
Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta
dibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan para
prajurit keraton dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernah
ada baru sepuluh kesatuan atau bergada yang direkonstruksi dengan beberapa
perubahan, baik dari pakaiannya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat
foto-foto yang ditampilkan). Kesepuluh kesatuan prajurit tersebut yaitu:
Prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo,
Prajurit Mantrijero, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit
Nyutro, Prajurit Surokarso dan Prajurit Bugis. Dewasa ini, kesepuluh kesatuan
prajurit tersebut masih dapat dilihat oleh masyarakat umum paling tidak se
tahun tiga kali, yaitu pada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg
Syawal, di alun-alun utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ketiga Bregodo
tersebut adalah :
1. Sumoatmojo
Merupakan pasukan
pengawal pribadi sultan yang langsung berada dibawah komando sultan. Pasukan
ini terdiri dari 2 orang perwira berpangkat panji, 2 orang bintara berpangkat
sersan dan 16 orang prajurit. berseragam baju zirah dengan perisai lempengan
baja berbentuk bulan sabit berukuran besar, berikat pinggang besar dan kuat
terbuat dari kulit kerbau, memakai tutup kepala yang disebut udheng gilig dan
tidak memakai alas kaki. Senjata yang digunakan adalah pedang lengkung terhunus
dengan perisai bulat. Prajurit Sumoatmojo tidak mempunyai duaja atau bendera,
seluruh tubuhnya dan wajahnya dibedaki dengan boreh berwarna kuning. Jika
melaksanakan tugas mengawal sultan, di sepanjang jalan memperagakan tarian
perang atau tayungan.
2. Jager
Kata jager berasal
dari bahasa Belanda yang beraarti pemburu. Terdiri atas seorang perwira
berpangkat panji, dua orang bintara berpangkat sersan dan 58 prajurit. Pakaian
ini tidak mempunyai seragam khusus, yang dipakai dalam tugas sehari-hari adalah
pakaian adat jawa. Persenjataannya berupa bedil. Kesatuan ini tidak mempunyai
duaja atau bendera.
3. Langenastro
Kesatuan ini
bertugas mengawal sultan pada upacara garebeg. Prajurit Langenastro merupakan
prajurit tambahan yang dimasukkan kedalam kesatuan Mantrijeron. Atribut yang
dipakai sama dengan prajurit Mantrijero, kecuali persenjataannya prajurit
Langenastro tidak berupa bedil seperti prajurit Mantrijero namun sebilah
pedang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar