Dalam fotografi, vision lebih penting daripada gear (kamera, peralatan). Vision menentukan apakah sebuah karya foto menonjol tidak.
Sulit mencari padanan bahasa Indonesianya, mungkin 'visi fotografi' atau 'cara pandang pribadi'. Sudah beberapa tahun belakangan saya menyelenggarakan tur fotografi, seringkali setelah tur fotografi selesai, banyak foto yang mirip-mirip satu sama lain, dan rata-rata mirip dengan kartu pos yang dijual di tempat wisata.
Vision pada intinya adalah melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain. Jika Anda melihat sebuah foto pemandangan atau sebuah tempat yang pernah Anda kunjungi, lalu foto tersebut beda sekali kesannya dengan apa yang Anda lihat dengan mata kepala sendiri, itu artinya Anda sedang melihat vision dari fotografernya, bukan foto dokumentasi tempat tersebut.
Maka dari itu, melatih vision sangat penting terutama untuk jenis fotografi landscape dan travel karena siapa saja bisa datang kesana dan memotretnya dengan bebas.
Vision lahir dari dalam diri masing-masing, dipengaruhi oleh latar belakang sejarah diri kita dan apa yang kita sukai. Dengan kata lain Vision adalah refleksi dari diri kita. Kita tidak bisa mendapatkan Vision dari orang lain, maka itu, Vision itu sebenarnya tidak bisa diturunkan secara langsung seperti ilmu silat di seria TV.
Contohnya kalau misalnya dalam tur fotografi saya menunjukkan: “Tuh di sana ada objek bagus tuh, ambil dengan lensa ini, dan setting ini…” Maka.. hasil foto tersebut adalah hasil vision saya, bukan yang memotret. Yang saya akan lakukan untuk membantu murid-murid saya memberikan beberapa ide dan menyiapkan kondisi untuk merangsang vision keluar dari dalam diri. Jika dibutuhkan saya akan memberi masukan tentang pencahayaan dan teknik fotografi yang baik
Salah satu sudut kota tua di Jakarta. Biasanya, kota tua Jakarta identik dengan suasana berantakan, ramai dan sedikit kumuh. Tapi dengan vision, kita bisa memilih bagian mana yang difoto sehingga memberikan suasana yang sangat berbeda dengan lokasi aslinya
Salah satu sudut kota tua di Jakarta. Biasanya, kota tua Jakarta identik dengan suasana berantakan, ramai dan sedikit kumuh. Tapi dengan vision, kita bisa memilih bagian mana yang difoto sehingga memberikan suasana yang sangat berbeda dengan lokasi aslinya
Kembali lagi ke hasil foto tur atau acara hunting bareng. Mengapa ada yang menghasilkan foto yang sangat berbeda dengan yang lain? Atau dengan kata lain, mengapa setiap orang tidak memiliki pandangan yang sama?
Penyebabnya karena perbedaan vision itu tadi. Vision menggiring pandangan dan fokus setiap orang pada hal yang berbeda. Di suatu lokasi, fotografer A mungkin tertarik dengan 'grand vista' atau keseluruhan/panorama pemandangan.
Tapi fotografer B mungkin tertarik ke detail tumbuh-tumbuhan, buah atau serangga, dan fotografer C mungkin lebih tertarik ke sisi human interest-nya seperti petani atau peternak yang sedang bekerja.
Dengan fokus ke suatu ide, konsep atau subjek foto, maka peluang untuk menghasilkan karya foto yang bagus semakin tinggi, karena konsentrasi dan energi mental kita terpusat ke konsep tersebut.
Itu pun perlu kesabaran dan ketekunan ekstra. Cari dalam diri sendiri apa yang menarik pada objek atau lokasi tersebut. Apa yang dirasakan dan bagaimana teknik foto/editing yang dapat mengkomunikasikan rasa itu
Pintu, jendela bangunan jaman dahulu selalu menarik perhatian saya. Terutama kombinasi warna, cahaya matahari sore yang hangat dan bentuk pohon yang membuat sedikit kesan harmonis dengan alam.
Vision adalah pemandangan yang kita lihat di dalam mata batin kita. Untuk bisa mewujudkan vision, kita perlu imajinasi dan kreativitas. Pemilihan alat yang tepat juga dibutuhkan untuk mewujudkan karya foto. Mewujudkan hasil akhir karya, kita juga membutuhkan ketrampilan teknik fotografi dan editing (post processing) yang baik.
Tanpa kemampuan teknis, vision tidak akan bisa diwujudkan dengan sempurna. Vision juga sangat berkaitan dengan gaya fotografi (personal style). Jika kita konsisten mengembangkan vision, maka nantinya personal style akan terbentuk dan orang-orang akan lebih mudah mengenali karya kita.
Seperti kehidupan, vision dan style akan berubah seiring waktu berjalan. Mungkin dulunya kita suka foto yang saturasi warnanya tinggi, tapi setelah beberapa tahun malah suka foto hitam putih.
Foto portrait identik dengan latar belakang blur (bokeh), tapi kenapa harus di-blur kalau lokasinya bagus dan komplemen dengan subjek fotonya? Jangan sampai foto Anda dipuji kualitas bokehnya daripada subjek yang difoto.Model: Raisha Hill.
Mungkin sekarang kita suka menggunakan lensa berbukaan besar dan membuat latar belakang blur (bokeh). Tapi di masa depan mungkin saja suka foto yang semuanya tajam, dari foreground sampai background. Dengan berubahnya kita, otomatis kualitas foto juga berubah, mudah-mudahan ke arah yang lebih bagus.
Saat mengadakan workshop portrait model, saya melihat ke atas ada secercah cahaya yang menembus dedaunan dan membentuk garis diagonal yang menarik perhatian saya dan peserta workshop lainnya.
Bagaimana menajamkan vision? Berikut beberapa tipsnya
-. Kuasai teknik dasar fotografi dan buat komitmen untuk belajar terus menerus dan ikuti teknologi imaging yang terus berkembang.
-. Fokus dalam melihat dan memperhatikan satu atau beberapa subjek foto yang disukai, jangan terlalu memaksakan memotret berbagai subjek foto sekaligus dalam satu kesatuan waktu.
-. Pilih peralatan (kamera, lensa, aksesoris) yang tepat akan menghemat waktu dan mengoptimalkan kualitas foto.
-. Latihan dan praktik yang kontinyu akan menghasilkan karya yang baik bukan sekadar bakat dan keberuntungan. Dan latihan yang paling penting bukan hanya aktivitas memotretnya, tapi lebih ke cara melihat.
-. Belajar dengan banyak melihat foto karya fotografer lain dan juga seni rupa yang lain seperti lukisan, film, dan sebagainya.
-. Buat proyek fotografi pribadi, misalnya kumpulan foto pohon tua, kendaraan, portrait orang, budaya dsb.
*sumber detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar