Senin, 14 Oktober 2013

Prajurit Kraton Yogyakarta

Pemerintahan yang kuat tentu harus didukung dengan sistem pertahanan yang kuat pula. Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah kraton pecahan dari Mataram juga memiliki sistem pertahanan yang kuat di masa kejayaannya. Meskipun kini Ngayogyakarta Hadiningrat telah bergabung dan menjadi bagian dari Republik Indonesia, sisa-sisa kekuatan pertahanan itu masih terlihat dari sepuluh kesatuan prajurit yang dimilikinya. Kesatuan Wirabraja atau bergada Wirabraja adalah contoh salah satu dari sepuluh kesatuan prajurit di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang masih bertahan hingga sekarang.



Prajurit Kraton Yogyakarta saat ini terdiri atas 10 Bregada (Brigade??). Perbedaan antar bregada yang satu dengan yang lain ditentukan menurut atribut panji-panji (bendera), busana, dan kelengkapannya. Nama-nama bregada/ pasukan itu adalah Prajurit Wirabraja, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jagakarya, Prajurit Prawiratama, Prajurit Nyutra, Prajurit Ketanggung, Prajurit Mantrijero, Prajurit Bugis, dan Prajurit Surakarsa. Semua nama bregada prajurit, mode atribut panji-panji, warna busana, dan kelengkapan dalam prajurit Kraton Yogyakarta mempunyai makna filosofis. Berikut akan diberikan analisis makna filosofis atas nama-nama kesatuan tersebut.

1. PRAJURIT WIRABRAJA

Nama Wirabraja berasal dari kata wira berarti 'berani' dan braja berarti 'tajam', kedua kata itu berasal dari bahasa Sansekerta. Secara filosofis Wirabraja bermakna suatu prajurit yang sangat berani dalam melawan musuh dan tajam serta peka panca inderanya. Dalam setiap keadaan ia akan selalu peka. Dalam membela kebenaran ia akan pantang menyerah, pantang mundur sebelum musuh dapat dikalahkan. Dengan nama kuno dari bahasa Sansekerta secara filosofis diharapkan agar kandungan maknanya mempunyai daya magis yang memberi jiwa kepada seluruh anggota pasukan ini.



Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Wirabraja adalah Gula-klapa, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, pada setiap sudut dihias dengan centhung berwarna merah seperti ujung cabai merah (kuku Bima). Di tengahnya adalah segi empat berwarna merah dengan pada bagian tengahnya adalah segi delapan berwarna putih.
Gula-klapa berasal dari kata 'gula' dan 'kelapa'. Yang dimaksud di sini adalah gula Jawa yang terbuat dari nira pohon kelapa yang berwarna merah; sedangkan 'kelapa' berwarna putih. Secara filosofis bermakna pasukan yang berani membela kesucian/kebenaran.


Bergada ini terdiri dari 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 2 orang pembawa duaja. Prajurit terdiri dari pasukan infantri dan kaveleri. Komandan pasukan ini menduduki tingkat bupati. Senjata yang dipergunakan kesatuan ini antara lain keris, bedil, dan tombak. Bergada prajurit Wirabraja menggunakan seragam berbentuk sikepan, ikat pinggang kain satin dan celana panji dengan dominasi keseluruhan seragam berwarna merah. Warna merah merupakan simbol keberanian dan semangat membara. Kundhup tari yakni topi yang digunakan prajurit, berbentuk corong melengkung berwarna merah sehingga tampilan keseluruhan prajurit mirip seperti ‘cabai merah’. Oleh karena itu, kesatuan Wirabraja kerap dijuluki “lombok abang”.


Secara bahasa, Wirabraja terdiri dari dua kata yakni ‘wira’ berarti ‘lelaki, prajurit’ sedangkan ‘braja’ berarti ‘senjata, topan, angin kencang’.  Maknanya, bahwa kesatuan ini adalah kesatuan prajurit yang tangkas, cepat, dan tepat dalam menjalankan  setiap misinya. Bergada Wirabraja dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwana I tepatnya tahun 1755. Kesatuan ini selalu menjadi garda terdepan dalam  memberikan pengawalan Kraton Yogya. Dalam suatu babad diceritakan perlawanan bersenjata secara besar-besaran antara pasukan Yogya melawan serangan pasukan Inggris yang berjumlah ribuan pada Juni 1812. Pasukan inggris dipimpin oleh Gillespie, sedangkan Yogya dibawah kepemimpinan Hamengkubuwana (HB) II. Pada saat itu pasukan Yogya dikabarkan sudah mulai menggunakan senapan api dan meriam.
Kekuatan itu justru menurun sejak masa pemerintahan HB III bergada Wirabraja dan bergada-bergada lainnya di Kraton Yogya dilucuti berdasarkan perjanjian dengan penjajah Inggris yang dipimpin oleh Raffles tertanggal 2 Oktober 1812. Pembatasan jumlah dan pelemahan kekuatan membuat bergada prajurit Wirabraja akhirnya pudar. Larangan Kraton memiliki prajurit di masa penjajahan Jepang tahun 1942 membuat kesatuan inipun tenggelam. Setelah tahun 1972 bergada Wirabraja dan 9 kesatuan lainnya dari 13 kesatuan di masa HB VII kembali direkonstruksi.  
Sekarang bergada Wirabraja tidak lagi memiliki fungsi militer secara penuh. Kedudukannya hanya menjadi bukti sosial budaya kekuatan pertahanan Ngayogyakarta di masa lampau. Dalam jangka waktu setahun, paling tidak pasukan ini muncul dalam tiga kali upacara, yakni pada Garebeg Mulud, Garebeg Besar, dan Garebeg Syawal. Fungsi strategis kesatuan ini di masa lampau digambarkan dengan posisi terdepan dalam arak-arakan upacara Garebeg tersebut.


2. PRAJURIT DHAENG

Nama Dhaeng berasal dari bahasa Makasar sebagai sebutan gelar bangsawan di Makasar. Secara filosofis Dhaeng bermakna prajurit elit yang gagah berani seperti prajurit Makasar pada waktu dahulu dalam melawan Belanda.



Menurut sejarah, prajurit Dhaeng adalah prajurit yang didatangkan oleh Belanda guna memperkuat bala tentara R.M. Said. R.M. Said kemudian berselisih dengan P. Mangkubumi. Padahal kedua tokoh ini semula bersekutu melawan Belanda. Puncak atas perselisihan itu adalah perceraian R.M. Said dengan istrinya. Istri R.M. Said adalah putri Hamengku Buwono I. Pada waktu memulangkan istrinya, R.M. Said (P. Mangkunegara) khawatir jika nanti Hamengku Buwono I marah. Guna menjaga hal yang tidak diinginkan, kepulangan sang mantan istri, Kanjeng Ratu Bendara diminta agar diiringkan oleh pasukan pilihan, yaitu prajurit Dhaeng. Setelah sampai di Kraton Yogyakarta, justru disambut dengan baik. Prajurit Dhaeng diterima dengan tangan terbuka, disambut dengan baik. Atas keramahtamahan itu prajurit Dhaeng kemudian tidak mau pulang ke Surakarta. Mereka kemudian mengabdi dengan setia kepada Hamengku Buwono I. Laskar Dhaeng kemudian oleh Hamengku Buwono I diganti menjadi Bregada Dhaeng.


Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Dhaeng adalah Bahningsari, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih, di tengahnya adalah bintang segi delapan berwarna merah. Bahningsari berasal dari kata bahasa Sansekerta bahning berarti 'api' dan sari berarti 'indah / inti'. Secara filosofis bermakna pasukan yang keberaniannya tidak pernah menyerah seperti semangat inti api yang tidak pernah kunjung padam.




 Terdir 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1 orang pembawa duaja. Berseragam topi hitam pakai cundhuk, destar wulung, jas putih setrip merah, Lonthong biru, kamus hitam, celana panjang setrip abang, kaos kaki hitam,Sepatu fantopel. Persenjataannya berupa bedil dan memakai keris dengan kerangka bermotif gayaman. Nama Bendera BAHMING SARI, Dasar putih, gambar plentong warna merah berada di tengah. Nama musik Mares KANOKO, untuk berjalan pelan dan digayakan. Sedangkan Mares UNDHAL-ANDHIL, untuk berjalan cepat. 



3. PRAJURIT PATANGPULUH
Prajurit Patangpuluh adalah prajurit yang pada masa dulu merupakan pasukan elit Kerajaan Demak Bintoro berjumlah 40 orang. Pasukan ini dipimpin oleh seorang Manggolo Yudho yang disebut "Lurah Tamtomo", dengan dua orang pengapit (ajudan). Terdapat pula seorang Wirotomo.

Keberadaan prajurit patangpuluhan sampai saat ini masih dipertahankan sebagai bagian dari acara Grebeg Besar Demak yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah. dalam acara pemberangkatan minyak jamas. yaitu mengawal minyak yang akan dikirim ke Sesepuh Kadilangu untuk menjamas pusaka peninggalan Sunan Kalijaga, berupa keris Kiyai crubuk dan Kutang Ontokusumo.
             
Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Patangpuluh adalah Cakragora, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya adalah bintang segi enam berwarna merah. Cakragora berasal dari kata bahasa Sansekerta "cakra" 'senjata berbentuk roda bergerigi' dan "gora", juga dari bahasa Sansekerta berarti 'dahsyat, menakutkan'. Secara filosofis bermakna pasukan yang mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa, sehingga segala musuh seperti apa pun akan bisa terkalahkan,

Terdiri 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1 orang pembawa bendera. Pakaian yang digunakan: topi pacul gowang, destar wulung, sikepan lurik kemiri, rompi merah, Lonthong merah, kamus hitam. Celana atas merah bawah putih, bengkap hitam kaos kaki hitam.. Sepatu fantopel hitam. Senjata digunakan adalah bedil dan memakai keris branggah.

Nama bendera: COKROGORO, Dasar hitam, tengah bergambar bintang warna merah. Nama musik: Mares GENDERO, untuk berjalan pelan dan digayakan, Mares BULU-BULU, untuk berjalan cepat.

4. PRAJURIT JAGAKARYA

Prajurit Jagakarya berasal kata jaga dan karya. Kata 'jaga' berasal bahasa Sansekerta berarti 'menjaga', sedangkan 'karya' dari bahasa Kawi berarti 'tugas, pekerjaan'. Secara filosofis Jagakarya bermakna 'pasukan yang mengemban tugas selalu menjaga dan mengamankan jalannya pelaksanaan pemerintahan dalam kerajaan'.


Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Jagakarya adalah Papasan, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar merah, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna hijau. Papasan berasal dari kata nama tumbuhan atau burung papasan. Pendapat lain Papasan berasal dari kata dasar 'papas' menjadi 'amapas" yang berarti 'menghancurkan' (Wojowasito, 1977:190). Secara filosofis papasan bermakna pasukan pemberani yang dapat menghancurkan musuh dengan semangat yang teguh.




Terdiri 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1 orang pembewa duaja. Topi hitam betuk tempelangan, seperti kapal terbalik. Destar wulung, Rompi berwarna crem, beskap lurik lupat lapis merah, sayak lurik, lonthong merah, Kamus hitam. Celana panji lurik, kaos kaki panjang, sepatu pantopel hitam. Persenjataanya berupa bedil dan memakai keris branggah. Nama bendera: PAPASAN. dasar hijau ditengah ada gambar plentong warna merah. Nama musik: Mares SLANGGUNDER, digunakan untuk jalan pelan dengan digayakan, sedangkan Mares TAMENGMADURO untuk berjalan cepat.


 



5. PRAJURIT PRAWIRATAMA

Nama Prawiratama berasal kata prawira dan tama. Kata 'prawira' berasal dari bahasa Kawi berarti 'berani, perwira', 'prajurit', sedangkan "tama" atau "utama" bahasa Sansekerta yang berarti 'utama, lebih'; dalam bahasa Kawi berarti 'ahli, pandai'. Secara filosofis Prawiratama bermakna pasukan yang pemberani dan pandai dalam setiap tindakan, selalu bijak walau dalam suasana perang.
  



 Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Prawiratama adalah Geniroga, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna merah. Geniroga berasal dari kata 'gent berarti 'api', dan kata Sansekerta 'roga' berarti 'sakit'. Secara filosofis bermakna pasukan yang diharapkan dapat selalu mengalahkan musuh dengan mudah.

 Terdiri atas 4 perwira berpangkat panji, 4 bintara berpangkat sersan, 72 orang prajurit dan seorang pembawa duaja. Pakaian yang dikenakan adalah topi hitam berbentuk mete, destar wulung, beskap hitam, baju dalam merah. Sayak putih, lonthong merah, kamus hitam, celana atas merah bawah putih. Bengkap hitam, kaos kaki hitam. Sepatu fantopel hitam. Persenjataan yang dipakai berupa bedil dan keris branggah. Nama bendera GENIROGO dasar hitam di tengah ada gambar plentong warna merah. Nama musik Mares BALANG, berjalan pelan dengan digayakan, Mares PANDHEBRUG, berjalan dengan cepat.



6. PRAJURIT NYUTRA

Nama Nyutra berasal kata dasar sutra mendapatkan awalan N. Kata sutra dalam bahasa Kawi berarti 1) 'unggul', 2) lulungidan (ketajaman), 3) 'pipingitan/'sinengker’ (Winter, K.F., 1928, 233,266); sedang dalam bahasa Jawa Baru berarti 'bahan kain yang halus'; sedangkan awalan N- berarti 'tindakan aktif sehubungan dengan sutra'. Prajurit Nyutra merupakan prajurit pengawal pribadi Sri Sultan. Prajurit ini merupakan kesayangan raja, selalu dekat dengan raja. Secara filosofis Nyutra bermakna pasukan yang halus seperti halusnya sutera yang menjaga mendampingi keamanan raja, tetapi mempunyai ketajaman rasa dan ketrampilan yang unggul. Itulah sebabnya prajurit Nyutra ini mempunyai persenjataan yang lengkap (tombak, towok dan tameng, senapan serta panah/jemparing). Sebelum masa Hamengku Buwono IX, anggota Prajurit Nyutra diwajibkan harus bisa menari.

Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Nyutra adalah Podhang ngingsep sari dan Padma-sri-kresna. Podhang ngingsep sari untuk Prajurit Nyutra Merah, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuning, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna merah. Padma-sri-kresna untuk Prajurit Nyutra Hitam berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuning, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna hitam.



Podhang ngingsep sari berasal dari kata podhang berarti 'kepodang (jenis burung dengan bulu warna kuning indah keemasan)', ngingsep = 'mengisap', dan sari = 'inti, sari'. Secara filosofis Nyutra Merah bermakna pasukan yang selalu memegang teguh pada keluhuran. Padma-sri-kresna berasal dari tiga kata bahasa Sansekerta, yaitu: "padma" berarti 'bunga teratai', "sri" berarti 'cahaya, indah', dan "kresna" yang berarti 'hitam'. Secara filosofis Nyutra Hitam bermakna pasukan yang selalu membasmi kejahatan, seperti Sri Kresna sebagai titisan Dewa Wisnu.


Terdiri atas 8 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 46 prajurit dan 2 orang pembawa duaja. Seragam yang dipakai berupa baju lengan pendek, celana dan dodot atau kampuh kain dengan motif bango tulak, tutup kepala memakai udheng gilig. Persenjataan yang digunakan berupa bedil dan tombak. Pada mulanya kesatuan ini tidak memakai alas kaki dan mempunyai dua seragam yang berbeda yang satu berwarna hitam yang satunya berwarna merah. Ada dua macam bendera dalam parajurit Nyutra yaitu PODANG NGISEP SARI, dasar kuning, di tengah ada gambar plentong berwarna merah dan PADMO SRI KRESNO, dasar kuning, di tengah bergambar plentong warna merah.

Nama musik: Mares MBAT-EMBAT PENJALIN, dengan iringan gamelan untuk memperagakan tarian tayungan, Mares, TAMTOMO BALIK, berjalan pelan dengan digayakan dan Mares SORENGPRANG untuk berjalan cepat.
Prajurit Nyutra merupakan prajurit pengawal pribadi raja atau Sri Sultan, karena merupakan kesayangan raja dan selalu dekat dengan raja. Nama Nyutra berasal dari kata sutera, menurut bahasa kawi berarti unggul ,  lulungidan (ketajaman), pipingitan/sinengker.  Sedang menurut bahas jawa berarti jenis kain yang halus. Sehingga secara filosofi  prajurit Nyutro diartikan prajurit yang halus seperti halusnya sutera dalam menjaga dan mendampingi raja namun memiliki ketajaman rasa dan ketrampilan yang unggul. Dan masa pemerintahan sebelum Sulatn Hamengku Buwono ke IX para prajurit diwajibkan bisa menari. Tugas prajurit ini adalah sebagai pengawal dalam upacara gerebeg sebagai keselamatan sultan saat  duduk pada singgasana di sitihinggil. Bregada initerbagi menjadi 2 kelompok dengan seragam yang berbeda
Prajurit Nyutro terdiri dari 8 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 46 prajurit dan 2 orang pembawa dwaja yakni yang bernama kanjeng Kyai Trisula
Panji panji atau bendera darai prajurit Nyutro karena ada dua kelompok maka bendera tersebut juga dua yakni Podhang Ngingsep sari dan Padma sri kresna. Podhang Ngingsep sari untuk prajurit Nyutra merah berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar kuing ditengahnya berupa lingkaran warna merah sedangkan padma sri kresna untuk Prajurit Nyutra hitam berbentuk empat persegi panjang dengan dasar warna kuning dengan lingkaran di bagian tengah berwarna hitam.
Podhang Ngingsep sari yang berasal dari kata podhang yang berartyi kepodang jenis burung dengan warna bulu kuninng keemasan, ngingsep berarti menghisap dan sari berarti inti sehingga secara filosofi prajurit Nyutro merah berarti prajurit yang selalu memegang teguh pada keluhuran. Padama Sri Kresnaberasal dari tiga bahasa sansekerta yakni padma berarti bunga teratai, sri berarti cahaya, indah dan kresna berarti hitam sehingga secara filosofi bermakna prajurit yang selalu membasmi kejahatan seperti Kresna sebagai titisan dewa Wisnu.

Untuk nyutro Hitam  seragam yang digunakan  ikat kepala berbentuk udheng gilig berwarna hitam, rompi dan celana panji berwarna hitam, kain kampuh biru tua dengan warna putih ditengahnya. Kalau Prajurit Nyutro Hitam didominasi warna hitam maka Nyutro merah  di dominasi warna merah.
Untuk persenjataan prajurit ini terhitung paling lengkap karena merupakan pengawal pribadi raja yakni berupa tombak, towok, dan tamen, senapan, serta panah/jemparing.
Perangkat music yang dipakai PRajurit Nyutro adalah Tambur, seruling serta terompet. Nama music yang dimainkan adalah Mares Mbat Embat Penjalin dengan iringan gamelan untuk memperagakan tarian tayungan, mares Tamtomo Balik untuk berjalan pelan dan digayakan sedang mare Sorengprang untuk berjalan cepat.
Keberadaan Prajurit ini menjadi nama kampung yakni Nyutran.

7. PRAJURIT KETANGGUNG

Nama Ketanggung berasal kata dasar "tanggung" mendapatkan awalan ke-. Kata "tanggung" berarti 'beban, berat1. Sedangkan ke- di sini sebagai penyangatan 'sangat'. Secara filosofis
Ketanggung bermakna pasukan dengan tanggung jawab yang sangat berat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Puliyer (Wirawicitra / Wirawredhatama / Operwachmester).



Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Ketanggung adalah Cakra-swandana, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya adalah gambar bintang bersegi enam dengan warna putih. Cakra-swandana berasal dari bahasa Sansekerta "cakra" (senjata berbentuk roda bergerigi) dan kata Kawi "swandana" yang berarti 'kendaraan/kereta'. Secara filosofis Ketanggung bermakna pasukan yang membawa senjata cakra yang dahsyat yang akan membuat porak poranda musuh.




Terdiri atas 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 1 prajurit pembawa duaja. Berseragam jas terbuka, baju dalam putih, mengenakan ikat kepala hitam, topi segi tiga, bersepatu lars panjang. Senjata yang digunakan adalah bedil dengan bayonet terhunus dan keris dipinggang.


Nama bendera: COKRO SEWANDONO, Dasar hitam, tengah bergambar bintang warna putih. Nama musik: Mares BERGOLO MILIR untuk berjalan pelan dan digayakan, Mares LINTRIK EMAS untuk berjalan cepat.

8. PRAJURIT MANTRIJERO

Nama Mantrijero berasal kata "mantri" dan "jero". Kata "mantri" berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti 'juru bicara, menteri, jabatan di atas bupati dan memiliki wewenang dalam salah satu struktur pemerintahan'. Sedangkan “jero" berarti 'dalam'. Secara harfiah kata Mantrijero berarti 'juru bicara atau menteri di dalam' Secara filosofis Mantrijero bermakna pasukan yang mempunyai wewenang ikut ambil bagian dalam memutuskan segala sesuatu hal dalam lingkungan Kraton (pemutus perkara).


Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Mantrijero adalah Purnamasidhi, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna putih. Purnamasidhi berasal dari kata Sansekerta, yaitu "purnama" berarti 'bulan penuh' dan kata "siddhi" yang berarti 'sempurna'. Secara filosofis Purnamasidhi bermakna pasukan yang diharapkan selalu memberikan cahaya dalam kegelapan.

Terdiri atas 8 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 64 prajurit dan seorang membawa duaja. Komandan pasukan ini berpangkat bupati. Seragamnya jas buka dengan kain lurik bergaris hitam putih, berbaju dalam putih, bercelana putih, kaos kaki panjang putih dan bersepatu. Mengenakan ikat kepala warna hitam dengan topi semacam songkok warna hitam. Persenjataannya berupa bedil. Nama bendera PURNOMOSIDI, Dasar hitam, tengah bergambar plentong warna putih. Nama musik Mares SLENGGANDIRI, untuk berjalan pelan dengan di gayakan dan Mares PLANGKENAN (RESTOG), untuk berjalan cepat.




  


9. PRAJURIT BUGIS

Nama Bugis berasal kata bahasa Bugis. Prajurit Bugis sebelum masa Hamengku Buwono IX bertugas di Kepatihan sebagai pengawal Pepatih Dalem. Semenjak zaman Hamengku Buwono IX ditarik menjadi satu dengan prajurit kraton, dan dalam upacara Garebeg bertugas sebagai pengawal gunungan. Secara filosofis Prajurit Bugis bermakna pasukan yang kuat, seperti sejarah awal mula yang berasal dari Bugis, Sulawesi.


Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Bugis adalah Wulan-dadari, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna kuning emas. Wulan-dadari berasal dari kata "wulan" berarti 'bulan' dan "dadari" berarti 'mekar, muncul timbul'. Secara filosofis bermakna pasukan yang diharapkan selalu memberikan penerangan dalam kegelapan, ibarat berfungsi seperti munculnya bulan dalam malam yang gelap yang menggantikan fungsi matahari.




Disebut prajurit Bugis karena semula seluruh anggota kesatuan ini berasal dari suku Bugis. Tugas kesatuan ini adalah mengawal seorang patih dan mengawal dalam upacara-upacara garebeg dan lainnya. Seragamnya berupa jas tutup berwarna hitam, celana panjang hitam, serta mengenakan ikat kepala kain hitam dan topi hitam. Persenjataannya berupa tombak. Nama bendera WULANDADARI, dasar hitam, di tengah bergambar plentong warna kuning. Nama musik Mares ENDROLOKO.







10. PRAJURIT SURAKARSA

Nama Surakarsa berasal dari kata sura dan karsa. Kata "sura" berasal dan bahasa Sansekerta berarti 'berani', sedangkan "karsa" berarti 'kehendak'. Dahulu Prajurit Surakarsa bertugas sebagai pengawal Pangeran Adipati Anom / 'Putra Mahkota'; bukan bagian dari kesatuan prajurit kraton. Secara filosofis Surakarsa bermakna pasukan yang pemberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan putra mahkota. Sejak masa Hamengku Buwono IX, pasukan ini dijadikan satu dengan prajurit kraton dan dalam upacara Garebeg mendapat tugas mengawal Gunungan pada bagian belakang (Yudodiprojo, 1995).




Panji-panji/bendera/klebet/dwaja prajurit Surakarsa adalah Pareanom, berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hijau, di tengahnya adalah lingkaran dengan warna kuning. Pareanom berasal dari kata "pare" (tanaman merambat berwarna hijau yang buahnya jika masih muda berwarna hijau kekuning-kuningan), dan kata "anom" berarti 'muda'. Secara filosofis Pareanom bermakna pasukan yang selalu bersemangat dengan jiwa muda.



Terdiri atas seorang perwira berpangkat penewu, 64 prajurit dan seorang membawa duaja. Seragam berupa baju lengan panjang berwarna putih dengan celana panjang dan kain bermotif gebyar. Memakai ikat kepala teleng kewengen (kain berwarna hitam ditengah putih dan ditepinya bergaris-garis putih). Persenjataannya berupa tombak. Prajurit Surokarso bertugas mengawal putra mahkota, dewasa ini bertugas sebagai pengawal kehormatan sesajian gunungan pada upacara garebeg. Nama bendera PAREANOM, dasar hijau, tengah gambar plentong warna kuning. Nama musik Mares PLANGKENAN.





Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton Yogyakarta dibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapi mulai tahun 1970 kegiatan para prajurit keraton dihidupkan kembali. Dari ke tiga belas prajurit yang pernah ada baru sepuluh kesatuan atau bergada yang direkonstruksi dengan beberapa perubahan, baik dari pakaiannya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat foto-foto yang ditampilkan). Kesepuluh kesatuan prajurit tersebut yaitu: Prajurit Wirobrojo, Prajurit Dhaeng, Prajurit Patangpuluh, Prajurit Jogokaryo, Prajurit Mantrijero, Prajurit Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Nyutro, Prajurit Surokarso dan Prajurit Bugis. Dewasa ini, kesepuluh kesatuan prajurit tersebut masih dapat dilihat oleh masyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitu pada upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Garebeg Syawal, di alun-alun utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ketiga Bregodo tersebut adalah : 

Sumoatmojo
Merupakan pasukan pengawal pribadi sultan yang langsung berada dibawah komando sultan. Pasukan ini terdiri dari 2 orang perwira berpangkat panji, 2 orang bintara berpangkat sersan dan 16 orang prajurit. berseragam baju zirah dengan perisai lempengan baja berbentuk bulan sabit berukuran besar, berikat pinggang besar dan kuat terbuat dari kulit kerbau, memakai tutup kepala yang disebut udheng gilig dan tidak memakai alas kaki. Senjata yang digunakan adalah pedang lengkung terhunus dengan perisai bulat. Prajurit Sumoatmojo tidak mempunyai duaja atau bendera, seluruh tubuhnya dan wajahnya dibedaki dengan boreh berwarna kuning. Jika melaksanakan tugas mengawal sultan, di sepanjang jalan memperagakan tarian perang atau tayungan.
Jager
Kata jager berasal dari bahasa Belanda yang beraarti pemburu. Terdiri atas seorang perwira berpangkat panji, dua orang bintara berpangkat sersan dan 58 prajurit. Pakaian ini tidak mempunyai seragam khusus, yang dipakai dalam tugas sehari-hari adalah pakaian adat jawa. Persenjataannya berupa bedil. Kesatuan ini tidak mempunyai duaja atau bendera.
Langenastro
Kesatuan ini bertugas mengawal sultan pada upacara garebeg. Prajurit Langenastro merupakan prajurit tambahan yang dimasukkan kedalam kesatuan Mantrijeron. Atribut yang dipakai sama dengan prajurit Mantrijero, kecuali persenjataannya prajurit Langenastro tidak berupa bedil seperti prajurit Mantrijero namun sebilah pedang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar