Rabu, 26 Maret 2014

Berlusconi: Jantung Skandal Politik dan Seks Italia [Bagian 2]

thumbnail
Di Italia, hanya ada dua set kode yang selalu dipatuhi: tentang berpakaian dan tata cara menyajikan makan malam. Peraturan lainnya --lampu merah, batas kecepatan berkendaraan, tanda dilarang merokok, atau tentang membayar pajak--hanya jadi anjuran yang kadang bisa ditepati, kadang tidak.


Tak heran jika pada 2012 lembaga Transparansi Internasional menempatkan Italia sebagai negara paling korup di Eropa Barat. Negara ini juga akrab dengan segala tetek bengek korupsi, skandal, pembunuhan, pencucian uang, konspirasi, penipuan, kerusuhan, atau ketimpangan sosial. Semua disembunyikan di balik keindahan baju model terbaru atau makan malam yang tersaji dengan elegan dan perfetto.



Berada di jantung semua kekisruhan ini adalah seorang Silvio Berlusconi. Seorang sarjana hukum asal Milan yang menguasai tiga TV nasional, perusahaan advertising terbesar di Italia, perusahaan penerbitan yang memasok hampir seperempat buku di Italia, perusahaan asuransi, perusahaan film, dan juga perusahaan distribusi.



Istrinya adalah empunya satu surat kabar besar Italia, sementara saudaranya memiliki satu lagi. [Baca bagian pertama: Sebagai Tonggak Industri Sepakbola Italia]



Menurut Tobias Jones, penulis buku "The Dark Heart of Italy", Berlusconi bukan sekadar perdana menteri, tapi juga pemilik Italia. Jika seorang Italia menyaksikan satu pertandingan sepakbola, membeli buku atau koran, membeli rumah, atau sekedar berbelanja di supermarket, maka sesungguhnya ia sedang memperkaya pundi-pundi Berlusconi.



Sedemikian kuat dan berpengaruhnya Berlusconi, Jones sampai menyamakan ia dengan Benito Mussolini. Menurutnya, baik Mussolini dan Berlusconi sama-sama memiliki balkon untuk menyebarkan pidato dan pemikiran-pemikirannya. Bedanya, buat Berlusconi, balkon itu adalah tiga televisi nasional dengan program-programnya yang mampu membuat anak muda Italia mengidolakan dia dan memilihnya dalam pemilu.



Sedemikan seringnya berhubungan dengan hukum, semenjak 1980-an Berlusconi pernah menjalani 21 proses pengadilan untuk kasus yang berbeda-beda. Ia pernah dituduh terlibat dalam kasus penggelapan pajak, menyuap hakim, pencucian uang, penipuan, sampai kasus keterlibatan dengan mafia.



Kalau politik susah untuk menjerat Berlusconi dalam keterpurukan, maka beberapa skandal seks sang perdana menteri pun diseret-seret. Bisa dimaklumi, beberapa skandal seksnya memang ada yang nyeleneh.



Seperti saat 2012 lalu. Ia meminta seorang gadis stripper untuk menari dengan jersey AC Milan dan topeng Ronaldinho. Rumor pun menyeruak. Ada yang bilang Berlusconi masih kehilangan Ronaldinho yang pulang ke Brasil. Ada pula yang menyebut Berlusconi naksir pemain tersebut.



Meski sudah menikah dua kali dan uzur, seks bukanlah skandal bagi Berlusconi. Sudah tabiat. Tak bisa dihilangkan.


Deretan nama-nama wanita cantik mulai dokter gigi pribadinya, Nicole Minett, Patrizia D'Addari yang videonya sempat menyebar, hingga gadis bawah umur macam Karima El Mahroug menghiasi skandal pemuas nafsu si perdana menteri. Ancaman hukuman tujuh tahun dan denda tak membuatnya takut. Malah, ia lolos dari jeratan hukum.



Beberapa video, baik candid ataupun celetukan tak senonoh sang perdana menteri saat wawancara resmi, banyak bermunculan di YouTube. Mulai gadis biasa, Miss Italia, hingga Michelle Obama, semua pernah "dikerjai" Berlusconi.



Tak pantas memang untuk level perdana menteri. Namun, terkait dengan beberapa skandal seksnya yang terbuka di publik tersebut, Berlusconi sudah terang-terangan tak risih sama sekali. "Lebih baik ketahuan dengan gadis cantik daripada saya jadi gay," tegasnya.



Antara AC Milan dan Politik



Tak ada tembok yang tak bisa diruntuhkan. Bahkan untuk Berlusconi sekalipun. Mesti diakui cengkramannya di dunia politik tak lagi menguat. Kasus-kasus hukum itu pun perlahan menyeretnya dan memecahkan konsentrasinya dalam menguasai negara. Beban utang Italia juga terlampau besar untuk bisa dipecahkannya.



Seiring dengan melemahnya kekuatan Berlusconi, Milan pun semakin loyo. Sebagaimana disebutkan pada tulisan pertama, Rossoneri kini terlempat dari zona Liga Champions yang selalu direbutnya selama bertahun-tahun. Bahkan Milan Lab yang telah menyokong prestasi Milan selama 10 tahun sebelumnya tak lagi diberikan kucuran dana.



Jika diamati, ada semacam pola tersendiri antara kekuasaannya dengan prestasi Milan. Saat ia menjabat sebagai perdana menteri, Milan berprestasi tinggi. Kalau ia jatuh, Milan juga runtuh.



Saat pertama kali Berlusconi menang dalam pemilu untuk dicalonkan sebagai perdana menteri pada Januari 1994, beberapa saat kemudian Milan di bawah asuhan Arrigo Sacchi berprestasi tinggi. Rossoneri angkat trofi Liga Champions musim 1993-1994 sebelum Berlusconi resmi menjabat perdana menteri.



Kala itu Berlusconi hanya sebentar saja mengecap jabatan pertamanya di pemerintahan. Kabinetnya hanya mampu bertahan sembilan bulan. Ia pun menanggalkan jabatannya pada 1996, tepat setelah Milan merebutscudetto.



Berlusconi runtuh, Milan ikut jatuh.
Setelah menjadi scudetto pada musim sebelumnya, Milan finis di posisi 11 dan puasa gelar Liga Champions hingga lima tahun.


Milan kembali merebut mahkota Eropa itu pada musim 2002–03. Uniknya, gelar ini direbut Paolo Maldini dkk setelah Berlusconi dengan partai Forza Italia yang diusungnya sukses di pemilu 2001. Setahun kemudian Milan juga merebut scudetto musim 2003–04.



Jabatan kedua Berlusconi menjadi perdana menteri itu berlangsung cukup lama, hingga 2006. Sempat vakum dua tahun, ia lalu terpilih lagi menjadi perdana menteri pada tahun 2008. Dalam jeda dua tahun itu, Milan merebut gelar Liga Champions 2007 dari Liverpool, yang sempat mengalahkan mereka di final musim 2004-2005.



Krisis fiskal di Eropa dan Italia pada 2011 lalu membuat Berlusconi kehilangan kepercayaan dari parlemen. Ia pun terpaksa mundur pada 16 November 2011, atau beberapa bulan setelah Milan di bawah Massimiliano Allegri meraihscudetto terakhirnya. Kemudian, Milan terserang inkonsistensi hingga terpuruk di tahun ini.



Hanya Tunggangan



Meski ada pattern demikian, namun Milan hanyalah tunggangannya ke pentas politik. Bukan sebaliknya. Ia bukan menguasai Italia demi AC Milan.



Memang saat Berlusconi terpilih sebagai perdana menteri Italia pada Januari 1994, Milan beberapa bulan kemudian merebut gelar Liga Champions. Tapi, gelar itu adalah gelar Eropa ketiga di bawah penguasaannya. Berlusconi mampu jadi perdana menteri karena Milan sudah merebut dua gelar Eropa berturut-turut sebelumnya dan itu turut mendongkrak popularitasnya.



Begitu juga saat ia kembali ke pentas politik pada 2001, dua tahun berselang Milan juara Eropa. Tapi ia maju kembali mencalonkan diri karena punya modal, yaitu Milan juara Serie A musim 1998–99.



Kembalinya Silvio ke panggung perdana menteri pada tahun 2011 juga demikian. Milan dipermaknya terlebih dahulu dan gelar scudetto 2010–2011 jadi alatnya untuk maju pemilihan saat itu.



"Akan kubuat Italia seperti AC Milan," adalah kalimat sakti kampanye Berlusconi bersama partai Forza Italia setiap akan maju pencalonan.
Franklin Foer dalam bukunya "How Soccer Explain The World" juga menguatkan opini kalau Milan hanya alat Berlusconi untuk ke pentas politik. "Walau Berlusconi sudah menjadi juragan media, baru pada saat membeli AC Milan pada 1986-lah namanya melejit ke pentas nasional. Ketika ia memasuki politik pada 1994 dengan mencalonkan diri sebagai perdana menteri, sepakbola lah yang menopang strategi pemilunya," tulis Frank yang sempat "diculik" dan dimanja-manja anak buah Berlusconi di pusat pembinaan Milanello.


Lalu bagaimana dengan saat ini?



Menurut Franklin Foer, Berlusconi sebenarnya tidak bisa dijadikan sasaran kemarahan tunggal bila Milan gagal atau ia kedapatan korupsi. Sebab, Berlusconi melakukan manipulasi secara terbuka. Disadari atau tidak, Milanistidan Italia sudah ikut dalam konsensus menikmati keglamoran dan kejayaan yang diciptakan Berlusconi.



Kalau kini Milan meredup setelah ia tak punya kuasa di pentas politik, bisa jadi karena Berlusconi kini tak punya lagi tujuan di dunia politik. Memang, pengadilan telah menghukumnya tidak boleh lagi menjadi pejabat publik selama dua tahun. Padahal, di Italia bulan Mei 2014 ini akan ada pemilihan umum.



Berlusconi kini tak butuh tunggangan, karena tak ada lagi kursi kekuasaan yang bisa diraihnya. Buat apa bersusah payah menyuntikkan dana untuk membeli pemain mahal dan mendapatkan popularitas jika memang tak bisa digunakan?



Bahkan, pada awal Maret lalu Bloomberg pun melaporkan bahwa Milan sedang mencari pembeli potensial, meski pihak Fininvest memberikan pernyataan bahwa klub itu tidak akan dijual. Apakah ini jadi pertanda akhir hubungan Berlusconi dan AC Milan? Belum tentu, karena toh setelah menjalani hukuman dua tahun, Berlusconi masih bisa mengincar kursi perdana menteri selanjutnya.



Ya, mungkin yang perlu dilakukan oleh Milanisti hanya bersabar. Karena jika nafsu Berlusconi dalam dunia politik masih kuat, maka kebangkitan Milan sesungguhnya hanya menunggu waktu. Dan untuk Berlusconi, sang empunya Italia yang berada di jantung skandal hukum, politik, dan seks, tampaknya gairah untuk berkuasa itu akan selalu tetap ada.







Sumber detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar