6 frame foto yang digabung menjadi satu frame di komputer. Lampu ditempatkan di atas kepala dengan mengontrol intensitas cahaya pada 1/16. (Ari/inet)
Strobist merupakan teknik memotret dengan melepaskan flash dari body kamera lalu ditempatkan sesuai kebutuhan dan dihubungkan dengan sinyal triger. Lebih murah dan efisien karena cukup menggunakan baterei AA sehingga dapat digunakan di lokasi pemotretan tanpa colokan listrik.
Tidak heran, teknik ini semakin populer dalam 2 hingga 3 tahun belakangan karena teknologi digital sudah sangat mendukung. Apalagi hasilnya tidak kalah dari lampu 'betulan' yang besar dan berat.
Pertama, tentu membeli peralatan penunjang utama yakni flash, triger dan lightstand (atau flash shoe holder saja, lalu dihubungkan dengan tripod). Sementara payung, softbox dan flash kedua, ketiga dan seterusnya masih merupakan pilihan, tergantung kebutuhan foto.
Triger diperlukan untuk menghubungkan sinyal dari body kamera ke flash yang telah ditempatkan jauh dari kamera. Di beberapa merek kamera, telah ditanam pemantik khusus sehingga tidak diperlukan triger tambahan. Sebaiknya membaca buku manual terlebih dahulu, apakah kamera Anda sudah terpasang triger atau belum.
Lighstand (tiang penopang lampu). Sebenarnya, tiang ini bisa diabaikan bila menemukan tempat pengganti yang memungkinkan menaruh flash sesuai yang diinginkan, seperti di atas lemari atau meja.
Namun pada praktiknya, tempat yang memungkinkan ini sulit dijumpai. Solusinya, meminta teman untuk memegangkan flash. Kalaupun sendirian, mau tidak mau menggunakan lighstand. Nah, untuk amannya, lebih baik memiliki setidaknya satu lighstand buat hasil yang maksimal
(Sama-sama menggunakan 1 flash namun menghasilkan hasil berbeda dengan mengontrol intensitas cahaya baik di flash maupun body kamera. Foto kiri cahaya lebih menyebar dan foto kanan cahaya mengumpul)
Selain itu, ada peralatan pendukung lain seperti payung, softbox atau flash kedua, ketiga dan seterusnya. Peralatan pendukung ini dapat diabaikan atau justru sangat diperlukan tergantung kebutuhan foto.
Kedua, seting kamera ditempatkan pada mode M alias Manual. Kenapa? karena dengan mode manual, intensitas cahaya yang masuk ke kamera (diafragma) dan kecepatan kamera bisa dimainkan secara maksimal. Alhasil, dapat menghasilkan efek bayangan yang berbeda-beda dan dicocokan dengan kebutuhan.
Untuk ISO, lebih baik menggunakan ISO rendah antara 100 hingga 400. Bukan karena ISO tinggi tidak bagus, melainkan ISO rendah merupakan ISO 'ideal' untuk foto menggunakan tata lampu yang terukur. Sebagai contoh dalam foto pertama, saya menggunakan ISO 200, f/11 dan kecepatan 1/160. Power flash saya setel di 1/16 supaya tidak terlampau kencang dan hanya membuat cahaya kecil di permukaan wajah.
Dan untuk kualitas gambar, perbanyak menggunakan ukuran Large (L) atau dalam beberapa kasus, tidak ada salahnya menggunakan RAW. Menggunakan resolusi terbaik di kamera memungkinkan hasil lebih maksimal dan meminimalisir kekurangan 'data gambar' yang dihasilkan.
Ketiga, penempatan lampu (flash). Pakem standar memotret dengan lampu yakni lampu utama ditempatkan di atas jidat agak menyerong seperti cahaya matahari sekitar 40 derajat. Penempatan tersebut untuk menghasilkan bayangan paling alamiah dan paling populer dipergunakan.
Tetapi sekali lagi itu panduan dasar. Pada praktiknya, lampu utama bisa ditempatkan di mana saja sesuai kebutuhan fotografi. Bisa ditempatkan di atas frontal, di samping atau dari belakang subjek. Semua berdasar kebutuhan dan imajinasi fotografer hendak membuat foto seperti apa.
Keempat, mensetting lampu. Di beberapa merek, terdapat mode flash otomatis maupun manual. Nah, ada baiknya menggunakan mode Manual di seting lampu flash. Sebab, intensitas cahaya dapat lebih mudah dikontrol dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada mode Manual, setidaknya terdapat 2 hal yang patut diperhatikan. Pertama power (kekuatan) lampu. Ditandai dengan hitungan 1/1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dan 1/128. Hitungan 1/1, kekuatan cahaya paling terang. Sementara kekuatan 1/128, merupakan paling redup. Dengan bermain-main dengan hitungan ini, cahaya dan bayangan bisa dikendalikan sesuai kebutuhan fotografer, bukan?
Kedua, selain power yakni intensitas tebaran cahaya. Biasanya menggunakan angka 24mm, 28mm, 35 mm, 50mm, 70mm, dst. Sederhananya, angka ini berfungsi untuk mengontrol cahaya apakah akan menebar luas ataukah sempit (fokus pada satu titik saja). Pada angka 24mm, cahaya yang tersebar luas. Kebalikannya pada angka 70mm, sebaran cahaya lebih sempit dan pada satu titik tertentu.
Nah, hitung-hitungan kekuatan lampu dan sebaran cahaya sangat dipengaruhi pula oleh jarak lampu dengan subjek yang dipotret. Juga dipengaruhi pula oleh luasnya ruangan pemotretan. Hitung-hitungannya agak rumit dan menggunakan rumus tertentu.
Namun sederhananya, semua bisa disesuaikan di lapangan yakni dengan tes lighting terlebih dahulu. Juga trial error sederhana saat memulai pemotretan.
Dengan 4 langkah singkat tersebut lalu ditunjang imajinasi fotografer yang kuat, maka foto strobist bakal maksimal. Terlebih ditopang dengan citarasa (taste) yang apik serta menggunakan bahasa visual yang komunikatif, maka foto yang Anda hasilkan akan jauh lebih menarik.
Selamat mencoba.
*sumber detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar