Minggu, 13 April 2014

Tips Fotografi : Teknologi Auto fokus yang Semakin Maknyus

http://images.detik.com/content/2014/03/19/1279/nikondf460.jpg
Nikon Df (gettyimages)
Saat seseorang akan membeli kamera baru, kadang fitur auto fokus luput dari perhatian. Dianggapnya semua kamera kan sudah bisa auto fokus, dan dia tidak menyangka bahwa ini adalah salah satu mekanisme paling rumit yang dimiliki setiap kamera. 


Ya, fitur auto fokus itu penting, supaya bisa dapat foto yang fokusnya pas. Tapi bukankah setiap kamera sudah bisa auto fokus, dan tentu hasilnya akan sama, lalu di mana perbedaannya? 


Jawabannya adalah dalam hal kecepatan mencari fokus, mulai dari tombol rana ditekan setengah, kamera memutar elemen fokus di lensa, hingga terdengar bunyi beep (tanda bahwa fokusnya sudah didapat). 


Biasanya proses ini didapat dalam waktu 1/2 hingga 5 detik, tergantung banyak faktor. Tapi satu hal yang pasti, auto fokus yang lambat akan membuat kesal karena momen yang ingin difoto bisa saja terlewatkan.


Fokus ke subyek sebelah kiri, maka subyek yang ada di depan dan latar belakangnya tampak tidak fokus



Fokus dalam fotografi juga memegang peranan penting untuk menggiring perhatian mata kita kepada subyek utama yang ingin kita tonjolkan. 


Saat kamera fokus ke satu subyek ,maka area yang ada di depan dan di belakangnya akan tampak tidak fokus (blur). Maka jadi hal yang penting untuk kita bisa mengatur auto fokus kamera yang tepat, karena foto yang sudah blur tidak bisa dikembalikan lagi fokusnya
Kali ini kita akan membahas tentang teknologi auto fokus di kamera digital. Cara kamera mencari fokus secara umum terbagi dalam dua cara, yaitu memakai deteksi kontras dan deteksi fasa. Kita akan bahas satu-satu beserta kelebihan dan kekurangannya.


CDAF (Contras Detect AF)




Cara CDAF adalah cara yang paling murah, ditemui di semua kamera digital non DSLR, seperti kamera saku, prosumer bahkan kamera mirrorless (yang bisa berganti lensa). 


CDAF punya prinsip kerja yang mengandalkan kecepatan prosesor kamera untuk menganalisa fokus, tentunya selama proses mencari fokus kamera harus bisa ‘melihat’ obyek yang difoto melalui sensor gambar. 


Kamera akan mencari kontras terbaik dan kadang terlihat ada seperti ‘focus hunting’ gambar terlihat agak maju mundur. Semakin baik prosesor kamera maka proses mencari fokus bisa lebih cepat dan bisa juga ‘dipaksakan’ untuk mengikuti subyek yang bergerak walau tetap terlihat focus hunting-nya.


Keuntungan CDAF:

-. Hasil fokus yang didapat sangat akurat, obyek yang difokus akan terlihat tajam dan detail.
-. Praktis dan murah, karena proses auto fokus hanya melibatkan sensor dan prosesor.
-. Bisa mendeteksi wajah.
-. Area atau titik yang ingin difokus bisa di semua bidang gambar dan bisa diaplikasikan untuk sistem layar sentuh.



Kerugian CDAF:
-. Focus hunting, kadang jadi lama sampai fokus benar-benar didapat.
-. Bisa terkecoh oleh obyek lain yang lebih kontras.
-. Tidak handal untuk fokus kontinu, misal bendanya bergerak.
-. Focus hunting bisa terekam juga bila rekam video.



PDAF (Phase Detect AF)




Cara PDAF ditemui di kamera DSLR, dengan membelokkan gambar yang lewat dari lensa menuju modul auto fokus tersendiri. Kamera DSLR yang lebih mahal punya modul fokus yang lebih canggih dan rumit. 


Setiap modul punya titik fokus dalam jumlah tertentu, misalnya sebagian kamera DSLR Canon pakai 9 titik, yang Nikon pakai 11 titik atau lebih. 


PDAF mengandalkan deteksi fasa sehingga untuk mencari fokus kamera cukup membandingkan perbedaan fasa pada sensornya, tanpa perlu sensor untuk ‘melihat’ gambar.
Saat fokus sudah didapat, barulah foto diambil (cermin terangkat) dan sensor merekam gambar yang sudah fokus. Pengecualian saat kamera DSLR masuk ke mode live-view, maka auto fokusnya juga akan beralih menjadi CDAF.




Keuntungan PDAF:
-. Proses mendapatkan fokus yang cepat, tanpa ada hunting.
-. Handal untuk fokus kontinu, subyek bergerak kiri kanan atau maju mundur tidak masalah.
-. Bisa diandalkan di tempat agak gelap



Kerugian PDAF:
-. Kadang walau kamera sudah dapat fokus, tapi hasil fotonya masih kurang fokus (perlu kalibrasi atau AF fine tune).
-. Tidak bisa dipakai saat merekam video.
-. Terbatas hanya sejumlah titik yang ada, dan umumnya semua titik berkumpul di tengah (sulit memfokus benda yang ada di pinggir).
-. Modul yang lebih canggih membuat harga kamera jadi mahal.



Hybrid AF


Dari poin-poin di atas tampaknya Anda jadi semakin bingung karena kedua cara ini sama-sama punya plus minus sendiri. Ya memang kenyataan ini tidak bisa dihindarkan karena desain dan cara kerja kameranya memang berbeda-beda. 


Perkembangan kamera digital saat ini juga semakin beragam, dengan ciri kamera semakin banyak dipakai juga untuk rekam video
Kamera DSLR mengalami keterbatasan dalam rekam video karena sistem PDAF pasti tidak bisa dipakai, maka itu terpaksa beralih ke sistem CDAF yang kerap mengalami focus hunting. 


Masalah yang agak berbeda dialami kamera mirrorless yang memang memakai sistem CDAF, terasa kurang handal untuk dipakai memotret benda bergerak. Nah solusinya adalah menggabungkan kedua metoda ini dalam satu kamera.




Bagaimana bisa? Intinya secara prinsip dasar, yang namanya elemen pendeteksi fasa (untuk PDAF) tidak harus dibuat berupa modul terpisah, melainkan bisa didesain untuk menyatu pada sensor gambar berupa piksel-piksel khusus AF. 


Jadi dalam prakteknya sebenarnya dimungkinkan untuk dibuat sebuah sensor yang punya dua fungsi, yaitu menangkap gambar dan mendeteksi fasa. 


Sistem ini memungkinkan kamera untuk mencari fokus berdasarkan deteksi kontras dan sekaligus juga deteksi fasa. Ilustrasinya seperti gambar di atas.




Sekilas saja kita bisa tahu bahwa fakta ini bukanlah kabar baik bagi kamera DSLR. Mengapa? Karena deteksi fasa (PDAF) tidak lagi jadi hak ekslusif kamera DSLR. 

Hal ini jadi kabar baik justru bagi kamera mirrorless karena bisa mengatasi keterbatasan yang dulu mereka alami. Tapi kamera DSLR bila mau (atau bila mampu) juga boleh memakai sensor hybrid AF ini, tentunya hanya saat sedang live-view dan sedang rekam video. 

Anda tahu kamera DSLR Canon terbaru EOS 70D? Kamera ini punya sensor hybrid yang bisa auto fokus berbasis deteksi fasa saat live-view. Tapi upaya ini dilakukan saat produsen DSLR sudah punya banyak lensa, sedangkan untuk hasil maksimal diperlukan lensa dengan motor fokus yang bisa mendukung kerja hybrid AF ini. 

Tak mau mengenal istilah terlambat, Canon memulai era baru dengan merilis lensa baru (atau memodifikasi lensa yang ada) dengan kode STM (Stepper Motor) seperti lensa 18-55mm dan lensa 18-135mm seperti contoh gambar di atas. 

Produsen lain seperti Nikon atau Pentax mungkin masih perlu waktu lama untuk mengikuti jejak Canon (itu pun bila mereka mau).


Di kamera mirrorless, hybrid AF ini seakan jadi ciri kamera mirrorless kelas atas, yang menjanjikan kecepatan dan akurasi fokus, serta fokus kontinu untuk benda bergerak atau saat rekam video. 

Kamera seperti Sony A6000 mengklaim sebagai kamera dengan auto fokus tercepat, lalu ada Fuji X-T1 dan beberapa kamera mirrorless lainnya. 

Dengan teknologi hybrid AF ini, kamera akan terlebih dahulu memakai cara deteksi fasa untuk mendapat fokus ke obyek yang diinginkan tanpa hunting, lalu dilanjutkan dengan memakai deteksi kontras untuk mencari fokus terbaik dan paling akurat. Keren kan?




*sumber detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar